"Ayo gus ndang diadzani, sing buanter, " Kata pak Haji Umar pada saat awal bertemu dengan Martani di Mesjid.
Rasanya berbunga bunga dipanggil dengan sebutan itu. Kata Gus itu biasanya dipakai untuk sebutan anaknya Kyai. Seperti Gus Dur, Gus Bahak, Gus Ron dan lain lain. Yang disebut Gus itu biasanya kelak menjadi Kyai, memimpin pondok pesantren.
Tidak demikian dengan Martani, hanya anaknya petani miskin kok disebut Gus, lagian wajah Martani juga tidak ganteng atau bagus.
Tapi Martani tidak tahu seperti itu, yang penting dia senang, gus itu berarti cah bagus. Anak laki-laki siapa saja kalau dikatakan bagus pasti senang walaupun wajahnya tidak bagus.
Seperti halnya anak perempuan senang kalau disebut nduk. Lebih lebih di tambahi cah ayu. Wah jadi berbunga bunga hatinya.
"Besuk orang yang suka adzan di hari qiamat lehernya panjang", Kata Pak Haji Umar di suatu hari.
"Kok panjang pak Haji," tanya Martani keheranan.
"Panjang di sana itu sebagai kehormatan dan kemuliaan yang diberikan Allah, jadi tambah bagus saja."Jelas pak Haji Umar.
Pak Haji Umar walaupun orang kaya di kampung ini, tapi hidupnya sederhana, mobilnya tidak bagus, pakaiannya juga tidak tampak kalau pakaian mahal. Akan tetapi beliau hatinya baik, suka beramal, sudah naik haji bersama istrinya.
Kalau bulan Puasa anak anak sering diajak berbuka puasa, kalau pas seperti ini menunya lengkap. Ada kolak pisang, ada nasi sayur plus lauknya ada ikannya. Dan ada buahnya.
Kalau musim hari raya haji, pasti berkurban, bayar zakatnya selalu terbanyak di kampungnya .
Martani juga punya impian seperti itu, besuk kalau sudah besar, kalau jadi orang kaya akan naik Haji. Bisa sholat di Masjidil Harom Mekah, di Masjid Nabawi, bisa berziarah ke makam Nabi, makam sahabat dan lain-lain. Wah betapa senangnya bisa sholat di sana. Diampuni dosa dosanya, Mendapatkan pahala berlipat 1000 kali, doa doanya dikabulkan.
Kalau berdoa di sana akan mendoakan guru guru GTT agar diangkat menjadi PNS semua.
Kalau habis adzan orang-orang kampung biasanya puji pujian. Ini bacaan yang disukai Martani.
Ilahi Lastu lilfirdausi ahli,
Walaa aqwa 'ala naaril jahiimi,
Fahabli taubatan waghfir dzunibi,
Fainaka ghofirudz dzambil azhimi......
Dzunubi mitslu a' daadir rimali,
Fahabli taubatan ya Dzal Jalaali,
Wa 'umri naqishu fi kulli yaumi,
Wa dzanbi zaaidun kaifa htimali.
Ilahi 'abdukal 'alaihi ataak,
Muqirran bi dzunubi wa qad da 'aaka,
Fain taghfir fa anta lidzaka ahlun,
Wain tadrud faman narju siwaaka.
Kata pak Haji itu doanya Abu Nawas.
Dihafal kan oleh Martani hingga sekarang. Senangnya bertemu dengan orang baik sepeti pak Haji, banyak ilmunya, baik hatinya berkah hartanya.
Katanya pak Haji, dulu mondok di Surabaya, di Pondok Al Ulumus salafiayah yang terletak di depan Masjid Ampel.
"Saya dulu pernah mondok di Surabaya Gus. Kyai saya yang sekarang menjadi ketua MUI itu lho, KH Miftachul Ahyar, dulu mengajar kitab Ihya' Ulumudin," jelas pak Haji.
Martani kalau pak Haji sedang cerita senang sekali, menambah ilmu melapangkan wawasannya.
Setelah pujian kemudian iqomah dan pak Haji yang menjadi imamnya. Bacaannya enak didengarkan, meresap kedalam dada menentramkan hati sanubari. Sholat 5 waktu selalu tertib di Masjid itu.
Banyak wejangan wejangan pak Haji yang tidak terlupakan. Beliaulah guru spiritualnya. Yang menambah pengetahuan agama dan menguatkan tali keimanannya.
Siap
BalasHapusluar biasa gus, semoga suara adzannya semakin bagus, aamiin
BalasHapusAamiin Omjay terimakasih hehe
BalasHapusAlhamdulillah di kampung kami masih ada anak-anak yang mau adzan tapi saat Ramadhan dan sebelum tarawih.
BalasHapusSelain waktu itu memang sekarang sudah sangat jarang terdengar lagi. Kalau anak-anak pujian setelah adzan masih ada di kampung kami
bagus bu Nurin terus motivasi pada mereka
BalasHapus