Dua minggu yang lalu saya menanam alpukat 25 pohon dan 4 pohon pete.
Dalam penanaman ini selalu berdua dengan sijantung hati, istriku. Rasanya nyaman bekerja berdua, istriku membawa minuman kalau nanti haus. Seperti Bapak dan Ibuku dulu kalau ke kebun berdua bahkan bertiga denganku, Ibuku menggendong tenggok, berisi makanan kecil dan minuman, kalau waktu istirahat dimakan sambil duduk di atas galengan.
Saya membantu sebisaku, Bapakku tidak pernah menuntut lebih, hanya sesekali pernah mengajari cara mencangkul, membajak, mengemukakan garu. Yang terakhir ini yang saya suka, naik garu. Saya ingin bisa sendiri, tanpa dipandu Bapak, sehingga suatu ketika pernah menabrak pohon kelapa yang ada ditengah kebunku. Maka seketika sapinya berhenti.
"Kita itu yang penting kerja dengan sedikit teknik dan perencanaan. Mengenai nanti buahnya banyak atau sedikit, prospek buahnya mahal atau tidak, rezekinya banyak atau sedikit, itu wilayah kewenangan Allah." Kataku pada istri, sambil istirahat dan minum segelas air putih.
"Iya," jawab istriku singkat sambil mengusap keringat di keningnya. Dia terengah engah habis membersihkan rumput di sekitar pohon ketela yang sudah tumbuh se lutut orang dewasa.
"Kalau bisa begitu hati ini rasanya adem ayem tentrem. Gak iri dengan tetangga, tidak khawatir nanti miskin, tidak khawatir dimakan burung, bajing , codhot, tikus dan lain sebagainya. Semua yang dimakan burung, codhot, tikus, bajing, dan lain lain akan menjadi sodakoh kita." Lanjutku.
Kita tidak dirugikan oleh siapapun, siapa yang merugikan kita, dialah yang akan mengganti akibatnya. Peribahasa sopo utang bakal nyaur, sapa nyilih balekake, sapa nandur bakal ngunduh. Saya yakin peribahasa ini bakal terjadi, tidak bisa tidak.
Jadi bersikap wajar dan senang hati saja, jangan takut menanam karena takut tidak panen. Harus tetap menanam. Tidak usah takut dihina orang, tidak takut ditipu orang, dan tidak usah takut dicelakai orang.
"Ayo kang nambah nasinya", kang Iman makannya sedikit, badanya agak kurus, tapi sehat lincah dan gesit cara kerjanya.
Kang Iman tidak menambah, malah menyalakan rokoknya.
Asabnya membumbung tinggi menuju awan, Seger rasanya habis makan kemudian menghisab rokok sambil memandangi langit biru yang cerah di atas rumahku.
Magetan, 15 Nopember 2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar