'Assalamualaikum, pak Parno", suara dari luar ruanganku ternyata suara bu Dokter Renny, Kepala Puskesmas Takeran, dengan wajah manis nan ceria. Saya tidak asing dengan Dokter lulusan Unair ini. Sebab dia putri temanku, pak Sumirin ketika kami masih sama sama menjadi guru di SMPN 2 Kawedanan.
Putri pak Sumirin ini sejak kecil memang cerdas cemerlang sehingga jalannya menuju karir Dokter lancar seperti melintas di jalan tol nya pak Jokowi.
Lulusan SMA 1 Magetan ini selalu juara, tidak pernah ikut les seperti anak-anak sekarang. Dia bermodalkan apa yang diajarkan gurunya di kelas saja. Tapi memiliki niat dan hasrat yang kuat untuk menjadi Dokter.
Ketika kelas 3 SMA datang ke SMP 2 Kawedanan, untuk belajar komputer, saya "mendampingi", saat itu kebetulan saya mengajar komputer. Ini kenangan pertama saya dengan beliau yang tak terlupakan. Kenangan kedua saat jadi manten, saya hadir, dan kirabnya tidak seperti lazimnya resepsi , tapi ada arak arakan "demo", saya memahami, karena suaminya adalah Presiden BEM Unair waktu itu.
Pada hari ini datang ke SMP1 Takeran dalam rangka memenuhi surat permohonan saya, agar guru dan karyawan di cek kesehatannya agar bisa memberikan pelayanan yang terbaik pada Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
Jelasnya guru guru akan di rapid test.
Ternyata perlu keberanian untuk mengikuti rapid test. Awalnya agak takut, takut diambil darahnya dan takut kalau hasilnya reaktif. Ternyata tidak se- ngeri yang dibayangkan. Ketika diambil darahnya dengan alat khusus rasanya seperti digigit semut saja.
Dalam 15 menit bisa diketahui hasilnya. Reaktif atau non reaktif. Kalau dalam tubuh anda tidak ada virus jahat, maka hasilnya non reaktif. Tetapi apabila ada virus jahad maka hasilnya reaktif. Memang fungsi tes ini untuk mengetahui apakah ada virus jahat pada tubuh kita atau tidak.
Saya mendapat giliran nomor satu untuk di tes. Kalau saya pasrah saja ketika di tes, yang penting badanku sehat. Dan yang lebih penting lagi untuk memastikan bahwa saya sehat. Dalam PTM ini tidak membahayakan bagi anak-anak atau guru guru lainnya.
Sumber ilustrasi: dokumen pribadi
Alhamdulillah hasilnya Non reaktif. Lega rasanya. Ketakutan Ketakutan yang dirasakan sebelumnya terbayar sudah.
Akan tetapi kita tidak boleh lengah dalam pergaulan dan dalam perilaku hidup sehari-hari. Harus hati-hati , pakai masker, jaga jarak, sering cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir.
Tapi ada satu hal yang membuat hatiku tidak tenang, ada "guruku " yang reaktif. Terhadap beliau ada tiga option yang saya tawarkan.
1. Langsung ikut Swab, untuk mendeteksi apakah positif terinfeksi virus corona apa tudak. Kalau positif isolasi mandiri selama 10 hari dengan ikut program penyembuhan.
2. Isolasi mandiri selama 14 hari, nanti hari ke 15 boleh masuk.
3. Melakukan penyembuhan dengan minum jamu, vitamin, olah raga dan sebagainya, kemudian setelah 4 hari rapid lagi, kalau hasilnya Non reaktif boleh mengajar lagi.
Memang dengan adanya pandemi ini ada hikmah yang diberikan Tuhan kepada kita. Kita harus belajar belajar dan belajar. Belajar sabar, belajar hidup sehat, belajar menghadapi masalah masalah baru yang ketika tidak ada pandemi tidak kita pelajari. Belajar mengambil sikap yang benar, cepat dan bijaksana, lebih lebih bagi seorang leader. Sekarang ini yang menjadi prioritas bukan kualitas pendidikan, akan tetapi adalah kesehatan anak-anak, kesehatan kita semua.
Ironisnya ada warga masyarakat yang tidak percaya bahwa corona itu ada, mereka mengatakan corona itu akal akalan kelompok tertentu dan sebagainya. Lebih sulit lagi kalau guru juga berpendapat seperti itu. Atau orang orang berpendidikan tinggi mengatakan yang nada, syair, dan iramanya sejenis dengan lagu di atas. Hingga pak Jokowi mengatakan ruwet, ruwet , ruwet.
Apabila kita semua lulus dalam "universitas corona" ini luar biasa kita akan di "wisuda" sebagai "sarjana tangguh".
Untuk itu kita semua mari dengan kesadaran yang baik, melakukan dengan keikhlasan segala pola hidup di masa pandemi ini, pakai masker ya iklas, tidak karena aturan pemerintah, jaga jarak kita lakukan dengan ikhlas dan sadar, tidak berada dalam kerumunan dan lain lain.
Untuk orang-orang berpendidikan tinggi berposisi sebagai pelopor dan edukator. Memberikan keteladanan dan pencerahan agar seluruh masyarakat berpikiran positif untuk sama sama berjuang selamat dari wabah corona ini.
Semoga badai segera berlalu, hujan segera reda agar kita bisa berjalan dalam cerahnya cakrawala kehidupan untuk sampai pada tujuan dan harapan kita masing-masing.
Magetan, 19 Nopember 2020.
Siap
BalasHapus