Kamis, 19 November 2020

Rapid test Smesta

Sumber ilustrasi: dokumen pribadi

'Assalamualaikum,  pak Parno", suara dari luar  ruanganku  ternyata  suara bu Dokter  Renny, Kepala Puskesmas  Takeran, dengan wajah  manis nan ceria.  Saya tidak asing dengan Dokter  lulusan Unair ini. Sebab dia putri  temanku, pak Sumirin  ketika kami masih sama  sama menjadi guru di  SMPN 2 Kawedanan. 
Putri pak Sumirin  ini sejak kecil memang cerdas cemerlang  sehingga  jalannya menuju karir  Dokter  lancar  seperti  melintas di jalan tol nya pak Jokowi.

Lulusan  SMA 1 Magetan  ini selalu  juara,  tidak pernah ikut  les  seperti  anak-anak  sekarang.  Dia bermodalkan apa yang diajarkan gurunya di kelas saja. Tapi  memiliki  niat  dan hasrat yang kuat untuk  menjadi  Dokter.
Sumber ilustrasi: dokumen pribadi

Ketika kelas  3 SMA datang ke SMP 2 Kawedanan, untuk belajar  komputer,  saya "mendampingi", saat  itu  kebetulan  saya mengajar  komputer. Ini  kenangan pertama saya dengan beliau  yang tak terlupakan. Kenangan  kedua saat jadi manten, saya hadir,  dan kirabnya  tidak seperti  lazimnya  resepsi , tapi ada arak arakan  "demo",  saya memahami,  karena  suaminya  adalah  Presiden  BEM Unair waktu  itu. 

Pada hari ini datang ke SMP1  Takeran  dalam rangka memenuhi  surat  permohonan  saya, agar  guru dan karyawan  di cek kesehatannya  agar bisa memberikan pelayanan  yang terbaik  pada Pembelajaran  Tatap Muka (PTM).

Jelasnya  guru guru  akan di rapid test. 
Ternyata  perlu keberanian  untuk  mengikuti  rapid test. Awalnya agak takut,  takut  diambil darahnya  dan takut  kalau hasilnya  reaktif. 

Ternyata  tidak se- ngeri yang dibayangkan.  Ketika diambil darahnya  dengan alat khusus  rasanya seperti  digigit  semut saja. 

Dalam 15 menit bisa diketahui hasilnya. Reaktif atau non reaktif. Kalau dalam tubuh anda tidak ada virus jahat, maka hasilnya non reaktif. Tetapi apabila ada virus jahad maka hasilnya reaktif. Memang fungsi tes  ini  untuk  mengetahui  apakah  ada virus  jahat pada tubuh kita  atau  tidak. 

Saya mendapat giliran  nomor  satu  untuk  di tes.  Kalau saya  pasrah  saja ketika  di tes,  yang penting  badanku  sehat. Dan yang lebih penting  lagi  untuk  memastikan  bahwa  saya sehat.  Dalam PTM ini tidak membahayakan  bagi anak-anak  atau  guru guru lainnya. 
Sumber ilustrasi: dokumen pribadi

Alhamdulillah  hasilnya  Non reaktif.  Lega rasanya. Ketakutan  Ketakutan  yang dirasakan sebelumnya  terbayar  sudah. 
Akan tetapi  kita tidak boleh lengah dalam pergaulan  dan dalam perilaku  hidup  sehari-hari.  Harus  hati-hati  , pakai  masker, jaga jarak,  sering cuci  tangan pakai sabun  dengan air mengalir.  

Tapi  ada satu hal yang  membuat  hatiku  tidak  tenang,  ada "guruku " yang reaktif.  Terhadap beliau  ada tiga option yang saya tawarkan.
1. Langsung ikut  Swab, untuk  mendeteksi  apakah  positif terinfeksi  virus corona  apa tudak. Kalau positif  isolasi mandiri  selama  10 hari dengan ikut  program penyembuhan. 
2. Isolasi mandiri  selama  14 hari,  nanti hari ke 15 boleh  masuk. 
3. Melakukan  penyembuhan  dengan minum jamu, vitamin, olah raga dan sebagainya,  kemudian setelah 4 hari rapid lagi,  kalau hasilnya Non reaktif  boleh  mengajar  lagi.

Memang  dengan adanya  pandemi  ini ada hikmah  yang  diberikan  Tuhan kepada kita. Kita harus belajar  belajar  dan belajar. Belajar  sabar, belajar  hidup  sehat,  belajar menghadapi  masalah  masalah  baru  yang ketika  tidak ada pandemi  tidak  kita pelajari. Belajar  mengambil  sikap  yang benar, cepat dan bijaksana,  lebih  lebih bagi seorang leader. Sekarang  ini yang menjadi  prioritas  bukan  kualitas  pendidikan,  akan tetapi  adalah  kesehatan  anak-anak,  kesehatan  kita semua. 

Ironisnya  ada warga masyarakat yang tidak  percaya  bahwa corona itu  ada, mereka mengatakan  corona itu  akal  akalan  kelompok  tertentu  dan sebagainya. Lebih sulit  lagi  kalau  guru  juga  berpendapat  seperti  itu.  Atau  orang orang berpendidikan  tinggi  mengatakan  yang  nada, syair, dan iramanya  sejenis dengan  lagu di atas. Hingga  pak Jokowi  mengatakan  ruwet, ruwet  , ruwet.

Apabila  kita semua  lulus  dalam  "universitas  corona" ini luar  biasa  kita akan di "wisuda"  sebagai  "sarjana  tangguh".

Untuk  itu  kita semua  mari  dengan kesadaran yang baik,  melakukan  dengan keikhlasan segala  pola hidup  di  masa pandemi  ini, pakai  masker ya iklas,  tidak karena  aturan pemerintah,  jaga jarak  kita lakukan  dengan ikhlas  dan sadar,  tidak berada dalam kerumunan dan lain lain. 

Untuk  orang-orang  berpendidikan  tinggi  berposisi  sebagai  pelopor  dan edukator. Memberikan keteladanan  dan pencerahan agar  seluruh  masyarakat  berpikiran positif  untuk  sama  sama  berjuang  selamat  dari wabah  corona ini. 

Semoga badai  segera berlalu, hujan segera reda agar  kita bisa berjalan  dalam  cerahnya  cakrawala  kehidupan untuk  sampai pada  tujuan  dan harapan kita masing-masing. 

Magetan,  19 Nopember  2020.





1 komentar: