Silaturahmi hanya pada tetangga dekat saja, demi keamanan bersama.
Kemarin ( 14 Mei 2021) aku Silaturahmi ke Kyai Gun, sayang kami tidak bisa bertemu, beliau sakit.
Hanya bu Nyai Nuning yang menemui.
Kyai Gun gulanya naik, sampai 400 an, kemudian berapa hari lagi cek malah hanya 90.
Menurut putranya yang di Ngawi, Kyai Gun baru saja jatuh. Kira-kira puasa ke 25.
Semoga Kyai Gun segera sembuh. Biasanya kalau bertemu saya pasti ada saja yang diceritakan.
Setelah proses sungkem,
Kami dipersilahkan menthong. Menthong itu semacam makan ke dua. Kalau di desaku namanya mindho. Makan kedua setelah makan siang. Biasaya waktunya jam 16.00. Dulu jam segitu aku merasa lapar. Karena tidak ada makanan lain kecuali nasi.
Tidak ada jajanan, tidak ada camilan dan lain-lain.
Kami merasa seperti cucu sendiri, kalau ke sana pasti dipersilahkan makan. Bagi saya bukan perkara lapar atau kenyang, tapi masalah "keberkahan." Makan di rumah Kyai itu banyak keberkahan, untuk itu entah sedikit atau banyak saya pasti makan.
Rasanya beda, saya merasakan enak. Barangkali itu salah satu keberkahan.
Saya ingat teman-teman saya ketika "meguru" di sini, ada bu Juk ( Siti Juariah), Pak Giono dan bu Marsi, ada mas Wawan dan Andika. Ooo... ada yang lupa bu Bibit. Ibu yang satu ini perjuangannya luar biasa, walaupun ada gangguan pendengaran tapi semangatnya luar biasa untuk "diwejang ngelmu hak satoriyah."
Pak Waji dan Pak Nur yang setia mendampingi kami. Beliau ini luar biasa termasuk santri "kinasih" nya bu Nyai. Di Malam hari beliau bercerita tentang Kyai Haji Abdurrohman yang masa kecilnya dikenal sebagai Bagus Bancolono. Seorang putra Kyai di Pacitan, yaitu Kyai Ahmadiyo.
Habis itu saya pamit pulang, kemudian karena waktunya salat asar, saya mampir di Masjid. Salat di sini memang beda, rasanya mak cles, sejuk dihati, tenang di kalbu, damai di sanubari.
Yang saya kagum, masjid sudah 200 tahun, tapi masih megah dalam kewibawaan. Tidak banyak rehab di dalamnya, hanya lantainya saja diganti marmer.
Nenek saya bercerita, masjid ini pernah di bom oleh tentara Jepang, tapi tidak mempan, bomnya "mejen", katanya.
Yah..., itu salah satu karomah, karena masjid ini didirikan oleh wali, yang " gede tirakate , bentur tapane".
Selesai salat, saya pulang, ditemani nyonya, bu Parno. Saya nyopir sambil mendengarkan alunan takbir di radio Temboro. Saya fokus, bu Parno tentram hatinya tak ada suara tak ada kata. Setelah saya toleh ternyata hes..... tidur, ya udah.
Magetan, 15 Mei 2021
Alhamdulillah
BalasHapusAlhamdulillah
BalasHapusNggih mbak matur nuwun
BalasHapusHa....ha....tertidurlah yg ada disampingnya krn capek anhang sana.
BalasHapusSip banget ceritanya memang jalan tampak lengang longgar dan polusi udara nyaris tidak terasa....
Selamat beranjang sana semoga berkah utk kita yg menjalani...
Kumpul kerabat dekat yg selaly terasa hangat.
Selamat Idul Fitri 1442 H, semiga kita masih dipertemukan dgn Ramadhan tahun berikutnya.
Sehat selalu Allah senantiasa melimpahkan Rahmat dan HidayahNya.
Aamiin mbak Niken, terimakasih hadirmya
HapusBagus.
BalasHapusterima kasih mas Doktor hadir nya
Hapus