"Badane lahir batin mbah" ucap teman yang usianya di atasku. Dia dalam posisi seperti bersembah sujud.
"Iyya ngger sira ngaturake pangabekti neng aku yo wis tak tampa , ana luput tindakmu sak pecak rembukmu sekecap, muga sampurna ana dino mariadin iki yo. Nanduro pandan kurung, ringin agung, doyong -doyong jejegno, alum -alum siramono, sinyirami anak putuku yo ngger. Simbah ndedongo mugo mugo kasembadan apa kang dadi sedyamu yo ngger, wis dongane slamet." Kurang lebih seperti itu jawaban simbah.
Giliran saya maju dengan posisi seperti yang dilakukan temanku. Tapi aku nerves, ndredeg, aku lupa apa yang aku katakan.
"Batane lahir batin mbah". Waduh ucapku kliru. Teman-temanku ketawa. Tetapi simbah tetap bijaksana menjawab sungkemku dengan jawaban persis seperti apa yang dikatakan pada teman-temanku.
Selesai sudah, kami dipersilahkan mengambil jajanan yang tersedia. Makin kaya simbah, makin lengkap jenis jajanan yang disajikan. Tapi semua serba jajanan tradisional, ada rengginan, likak-likuk, jadah, jenang, kacang oling, ada tape ketan, dan lain-lain, minumnya sirup berwarna merah.
Biasanya kalau pulang "disangoni galak gampil," 10 rupiah.
Peristiwa itu membuat aku terkenang, kemudian aku diajari oleh simbok. Simbokku bukan orang berpendidikan tinggi, tapi memiliki pengetuan yang banyak tentang budaya Jawa.
"Kulo nuwun mbah, sowan kulo wonten ngarsanipun simbah. Kulo ngaturaken sungkem pangabekti, katuro dateng simbah, wonten klintu tindak kulo sak pecak rembak kulo sak kecap, kulo nyuwun pangapuro dateng simbah saha nyuwun pangestu dateng simbah." Ini yang diajarkan simbok kepada aku, saya hafalkan dengan baik. Tidak ada teman-temanku yang memiliki ucapan seperti ini.
Giliran sekarang tidak ada simbah yang menerima sungkem dengan ucapan seperti itu. Mungkin sudah dianggab kuno , tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Atau menghafalkannya terlalu sulit.
Tapi sebenarnya yabg diucapkan simbah dulu mengandung nilai sastra yang baik, seperti ono luputmu tibdak sak pecak rembuk sakecap muga sampurna dino mariadin ( Riyadin, ariyadin ) iki.
Lebih-lebih masa sekarang, cukup dengan twibon ucapan lebaran.
Pernah saya sungkem dengan ucapan seperti yang diajarkan simbok dulu, eh jawabnya begini, "iyoo le badane lahir batin ya", dalam hati tertawa...., nggak nyambung.
Oleh karena itu kalau mau sungkeman harus pandai membaca dan menerka, kepada siapa kita sungkem, dengan bahasa yang mana Dia menerima.
Semoga Pandemi segera berlalu terhempas tumpas oleh doa hamba yang ikhlas.
Magetan, 14 Mei 2021
Aamiin. Semoga wabah ini segera berlalu
BalasHapusTerima kasih Omjay, mohon maaf lahir batin nggih
HapusSuper Pak KS.
BalasHapusTulisannya semakin renyah dan berisi.
Nyimak kula.
Selamat lebaran dan mohon maaf lahir batin.
terima kasih mas Doktor, belajar dari penjenengan, tapi raiso iso , hehe
BalasHapusTerima kasih mas Doktor, ini juga belajar dari penjenengan
BalasHapusMemang jaman sudah berubah Mas Parno, sehingga untuk melakukan nilai-nilai budaya sopan santun, sampai bingung mesti lewat apa. Semoga masih diberi kesempatan untuk berbuat. Aamiin.
BalasHapusNjih Mas Sarmun, matur sembah nuwun sudah berkenan membaca
BalasHapusKita mau tdk mau hrs mengikuti perkembangan jaman tanpa meninggalkan nilai-2 dan unsur agama.
BalasHapusTetap perpedoman sama Alqur'an dan Sunnah...
Thanks you sahabat tetap berkarya terima kasih bisa memotivasi ...
Salam utk keluarga semua.
Terima kasih Mbak Niken, melengkapai
Hapus