Sabtu, 11 Juli 2020

Catatan Nyantri 2

Sumber Ilustrasi: dokumen pribadi 

Kami ditugasi puasa 3 hari, mulai hari  Selasa, Rabu Kamis tgl 9Juli 2020,  tepatnya malem Jumat, kemudian Kami  "dibaiat", prosesi baiat tidak saya ceritakan karena "sinengker". Kami di baiat  di ruangan dimana KH Imam Mursid pendiri Pondok PSM Takeran juga  di Baiat disitu. Subhanalloh .

Selesai  di baiat mengadakan  selamatkan Rasulan, dengan mengundang tetangga  dan sebagian santri Pondok, untuk menjadi persaksian dan memberikan doa  kepada kami.  Pada waktu selamatan  ini berada  disuatu ruangan di Pendopo rumah yang sangat  kuno, tidak  tahu tahun  berapa rumah itu  dibangun,  Kalau itu  rumah peninggalan Kyai Abdurrohman  , berarti  rumah itu  hampir 200 tahun  yang lalu,  tepatnya 200 tahun kurang  15 tahun.

Saya tidak berani beritanya banyak,  karena saya santri baru, etika yang saya pahami, tidak boleh  bertanya terlalu  banyak.  
Itu saja  saya sudah  termasuk banyak  bertanya,  tapi tampaknya  Kyai Gun menyukai saya, karena sama sama dari Guru  dan Kepala sekolah.  

Beliau pernah bertugas sebagai Kepala Sekolah di MTs  Panekan dan terakhir di MTs Takeran.  Dan  saya sekarang bertugas di Takeran.
Beliau  berpesan jangan sampai  tertidur malam ini  hingga  besuk pagi  sampai waktu Magrib.
"Penjenengan mangke mboten kepareng sare ngantos benjing ngantos magrib  nggih",Terang Kyai Gun. "Ngestoaken dawuh  Yi", Takdhim saya pada Kyai yang berumur sekitar 80 tahun ini.

Untuk menjaga agar tidak ngantuk kami  minum kopi hangat dengan camilan kacang garuda,  dan kwaci.  Ngemil saja sambil mendengarkan cerita  dari santri senior , yang alur ceritanya  mengikuti pertanyaan saya.

Sang waktu terus berputar melewati malam,  rasanya malam itu malam yang hening walaupun banyak pengunjung untuk mujahadah di masjid dan membaca tahlil di makam  Kyai Abdurrohman.

"Kyai Abdurrohman itu waktu mudanya bernama Bancolono, berasal dari Pacitan  ayahnya bernama Kyai Ahmadyo As kakeknya bernama Syekh Kyai Aliman As yang berbesanan dengan Bupati Pacitan yang pertama yang bernama Kanjeng Jimat." Terang pak Priambodo, santri lama  yang selalu memakai ikat kepala dan baju juga celana mirip Kanjeng Sunan Kalijogo. 
"Buyutnya Kyai Abdurrohman itu dulu berasal dari  Kincang Sukolilo,  bernama Ki Rendeng." Lanjut pak Pri. "Ki Rendeng itu anaknya Prabu Siliwangi yang nyamur lampah sebagai petani, diceritakan, kalau musim kemarau panjang,  ke rendeng nggendong kendi  ke sawah,  air kendi tadi dituangkan dengan berkeliling,  akhirnya turun hujan hanya sekitar tanah yang dituangi air kendi tadi", Lanjut pak Sugiono yang duduk disamping saya sambil nyruput kopi jahe bikinan istrinya. Istri pak Sugiono juga ikut dalam acara  nyantri ini. 
Tepat pukul 12 kami berangkat menuju masjid, kemudian sholat berjamaah, kalau tidak salah 6 rokaat  kemudian ditutup dengan witir. 

Habis sholat kami diajak berziarah ke makam Kyai Abdurrohman,  kami membaca tahlil, yang dipimpin Gus Ridho, yang masih muda, alumni Mesir itu. Kami mengikuti dengan khusuk hingga selesai. Makamnya tampak keramat seperti makam makam wali yang lain. 
Abis dari makam masih jam 3 kami kembali ke pendopo Kyai Gun, minum kopi,  sambil bercerita hingga dini hari.
"Kyai Abdurrohman itu pernah melakukan  puasa tidak  makan selama  satu tahun, tidak minum selama satu tahun,  tidak tidur selama satu tahun,  kemudian tahun ke 4 tidak makan, tidak minum, tidak tidur. Kemudian kurang dua hari dikirim makanan oleh putrinya yang juga wali, Nyai Harjo Besari,"Romo kulo aturi dahar, meniko kulo kintun tetedhan." Kata Nyai Harjo Besari yang ditirukan oleh Pak Pri. 
Nyai Harjo Besari yang juga wali itu tahu, kalau sampai satu tahun penuh maka akan "muksho".

Kami masih sambil makan kwaci, terbuat dari biji matahari,  sambil mendengarkan cerita santri senior. Saya mengagumi kepada beliau beliau ini,  orang orang sederhana dari kalangan bawah,  mereka sangat takdzim pada gurunya,  seolah olah betul betul menjadi santri Kyai Abdurrohman saat itu.  

"Kyai Abdurrohman itu tanahnya luas  ada  80 kotak", terang pak Giono, seorang santri berasal dari nduyung. 
"Tanah tanah itu  dibagi bagikan kepada  yang  bertugas. Menabuh kentongan, yang adzan, yang ngimami, yang  memimpin selamatan,  dan lain lain. Yang Membantu mengajar dll.", lanjut pak Giono.

Kotak itu satuan ukur yang  berlaku didaerah takeran. Saya yang suka pelajaran matematika,  tidak pernah mendapatkan keterangan dari guru saya, sejak SD hingga IKIP ,  tapi nyatanya ada dalam kehidupan kita.
Satu kotak sawah biasanya 100 ru
100 ru  = 1400 meter persegi. 1 ru =14 meter persegi.  Sebagai pembanding tanah yang saya tempati rumah  ltu luasnya 2020 m2. Jadi hampir sama,  kurang sedikit.

"Deng.... deng.....deng....",  bedug masjid  ditabuh,  pertanda sebentar lagi akan  berkumandang adzan subuh,  kemudian kami bergegas ke Masjid untuk menunaikan shalat subuh berjamaah.


Sumber: Priambodo,  santri Tegalrejo
                Sugiyono, Santri Tegalrejo. 

8 komentar: