Martani membuka pintu Masjid, krekeet....., didekat pintu ada saklar untuk menyalakan lampu. Kemudian Dia berjalan menuju ampli tempat menyalakan speaker. Dicarinya gagang mic berwarna hitam kusam.
"Allaahuakbar Allaahuakbar, Allaahuakbar Allaahuakbar." Suara adzan terdengar membelah sepinya pagi.
Dulu 50 tahun yang lalu, pada menjelang subuh banyak mbok bakul menggendong barang dagangannya ke pasar.
Pemandangan seperti itu sekarang sudah tidak ada lagi. Orang kalau belanja cukup di depan rumah, sudah ada bakul ethek yang siap melayani berbagai kebutuhan dapur.
"Ya Allah kok melamun jauh, bukankah saya mau sholat sunah kokbeliyah subuh." Begitulah cerdasnya setan selalu menggoda manusia untuk lupa pada Allah, selalu dibelokkan hati ini untuk tidak dzikir. Gumam Martani.
"Dah Aku mau sholat sunah."
Sholatnya dikusuk kesukaan, seolah olah nanti siang akan mati.
Kadang kadang hati ini memang harus dipaksa untuk ingat mati agar kalau sholat pikirannya tidak melayang kemana-mana. Lebih lebih masa pandemi kovid 19 ini, banyak orang mati mendadak. Siang sehat, malam meninggal. Malamnya sehat esuk hari sudah meninggal. Jadi antara hidup dan mati itu hanya beda tipis.
Tapi Martani masih takut mati, karena anaknya masih kecil kecil, dosanya masih banyak, amalnya belum banyak, kadang kadang masih diajak menggunjing orang. Rumahnya belum jadi, lebih lebih cita citanya naik haji seperti pak Haji Umar masih jauh panggang dari api.
"Ya Allah..., pingin sekali rasanya aku bisa Naik Haji seperti pak Haji Umar , ke tanah suci, aku bisa sujud di Masjidil Harom, bisa melihat makam Rosuulullah." Doa Martani tak henti hentinya setiap habis sholat.
Padahal Dia seorang guru yang miskin, yang secara rasional tak mungkin bisa Haji bersama orang-orang kaya. Tapi Dia paham bahwa kalau Allah menolong, tak ada yang sulit. Disisi lain Dia juga percaya bahwa setiap doanya pasti dikabulkan oleh Allah. Perkara kapan mengabulkannya itu hanya masalah waktu. Oleh karena itu tak lelah mulutnya berkomat kamit seperti berbicara memohon lepada Tuhan.
Selesai sholat subuh, Dia melangkahkan kaki sambil dalam hati berdzikir pada Allah. Dia bersyukur dalam kondisi kemiskinan yang paling pinggir, masih diberi hati yang selalu berdzikir, sholat 5 waktu berjamaah dengan tertib di Masjid.
Banyak orang kaya yang tidak bisa berdzikir, jarang sholat 5 waktu di Masjid. Barangkali itulah rahasia Allah menempatkan posisi Martani dalam kemiskinan yang pinggir, agar dia bisa merengek, mewek memohon pada Allah. Brangkali Allah masih menghendaki Dia sholat sambil menangis, berdoa sambil meneteskan butiran mutiara air mata.
Butiraan mutiara airmata yang seperti inilah yang mahal harganya, lebih mahal dari pada mutiara terbaik di dunia.
Setelah membaca Al Qur'an, Dia menyiapakan keberangkatan ke Sekolah tempatnya mengajar yang sudah 12 tahun ditekuninya dengan sabar.
"Aku berangkat ya Bu," Pamitnya pada istri setianya.
Dipancalnya sepeda motor Honda grand buatan Jepang tahun 94 itu. Tidak segera menyala, barang kali masih dingin karena Matahari belum tampak.
Magetan, 1 Desember 2020.
Seseorang kalau dikehendaki oleh Allah baik. Maka akan dimudahkan pemahamnannya tentang Agamanya.Terima Kasih cerita Religi yg selalu diselipkan dlm literasi ..
BalasHapusTetap sehat - semangat dsn terus karya-2 selalu kudukung...semoga senantiasa melimpahkan Rahmat atas HidayahNya..kd kita semua...Aamiin.
aamiin, terima kasih Jeng
BalasHapus