Cerita Martani memang hanya ada 4 titik, rumah, sekolah, masjid dan kebun, kecuali ada keajaiban dari Allah yang luar biasa. Kalau Martani pernah ke Jogja itu juga karena tugas mendampingi anak-anak karya wisata, kalau Martani pernah ke Surabaya, itu karena tugas penataran sebagai I N(Instruktur Nasional). Yah seperti itu.
Selepas pulang dari Masjid, Dia duduk di kursi reot, pemberian warisan dari buliknya yang ada di Kota. Sudah 10 tahun, sponya tepos, karena diduduki setiap hari. Dulu ada temanya yang bertubuh bongsor duduk di situ akhirnya bokrak. "Krak," suara itu yang membuat trauma kalau punya tamu berbadan gendut.
"Ini Kang teh hangat, " sapa istrinya dari dalam sambil membawa jajan bakpia patok, pemberian Kepala Sekolahnya, karena pulang dari Jogja.
Sudah tiga hari jajan itu tidak dimakan, karena biar dimakan anaknya, kalau anaknya sudah tidak mau makan, baru itu rezeki Dia.
"Kok tidak manis bune?" Tanyanya sambil menoleh istrinya yang duduk disampingnya.
"Maaf Kang gulanya habis." Mendengar itu Martani bagai disambar petir di siang bolong. Betapa seorang ayah tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga.
"Maafkan aku ya Bune."
"Tidak apa apa Kang."
"Aku minum teh tidak manis juga tidak apa apa, sambil minum teh, aku melirik bune yang manis, sama saja."
"Terima kasih Kang."
Tangannya mengambil bakpia pathok di depannya yang sejak tadi belum disentuh.
"Rasanya manis Bune, seperti dirimu.
Lezat sekali, semoga besuk di akhirat kita juga bisa makan seperti ini ya Bune.
Mosok kita ini di dunia sudah miskin di akhirat nanti miskin lagi.
Kita di Akherat harus jadi orang kaya Bune."
"Aamiin, ya jangan di akherat saja to Kang. Didunia kaya, di akherat juga kaya."
"Aamiin."
"Jadi orang miskin itu tidak enak. Diejek, dihina, direndahkan orang , sakit rasanya."
"Tapi nggak apa apa Bune semua itu sudah diatur oleh Allah.
Biarpun orang seluruh dunia mengejekku, menginjakku, selama dihatiku masih punya Allah aku akan baik-baik saja."
"Iya Kang, semoga Allah memberikan kesabaran kepada kita."
Hujan semakin deras, malam semakin pekàt, cuaca bertambah dingin, kedua insan ini masih berdiskusi, karena hanya dia teman yang memahami satu dengan yang lainnya. Alhamdulillah Tuhan memilihkan jodoh yang baik. Wanita sederhana yang sholihah, yang menentramkan hatinya saat Dia memandangnya.
Magetan, 1 Desember 2020
Mantul jadi cerita bersambung ini. Martani. Lanjut
BalasHapusMantul jadi cerita bersambung ini. Martani. Lanjut
BalasHapusHehe iyaa Cak Insyaallah
HapusBagus ceritanya mengajarkan keoada kita untuk bisa sabar dalam menjalani kehidupan ini..
BalasHapusterima kasih Bu Emidawati yang baik hati , salam kenal
BalasHapusPenyajiannya ringan,.buat pembaca membaca tanpa beban. Sukses selalu pak👍
BalasHapusMEmbaca itu rekreasi bi Septia
HapusMartani jd Brand Top deh....
BalasHapusBetul kaya ataukah miskin di dunia Allah sdh tetapkan bahkan 50.000 tahun sebelum manusia lahir. Miskin spy kita lebih sabar dlm kesempitan dan kaya spy kita lebih pandai utk bersyukur. Dua hal itukah urusannya orang yg beriman yg selalu menyenangkan. Dlm kondisi apapun krn selalu dekat d ingat Allah..
Terima kasih sababat...selalu menyempatkan utk kirim blog di WA saya..tetap sehat semangat good luck.
Sama-sama Jeng niken sudah berkenan membacanya, terima kasih
BalasHapus