_Oleh: Suroto Walet_
Sudah 10 tahun aku meninggalkan rumah di Jawa. Aku merantau dengan suka dan duka, yang meski tidak seimbang, tetapi sukur aku bisa melakoninya. Ya, akhirnya aku putuskan untuk pulang, berani pulang ke Jawa sungkem ke ibu dan nenek di Jawa. Aku tahu aku belum sukses benar, tapi ada sudah ada perubahan nasib yang bisa aku ceritakan jika ada keluarga yang bertanya.
Jadi, aku tak akan malu jauh-juah merantau. Saat-saat seperti ini, kawan, kau tahu adalah menjadi momen yang paling berharga bagi kita yang mau merantau.
Sampailah aku di Jawa, dan ibu serta nenekku begitu gembira menyambutku pulang. Maka, malam itu adalah malam panjang yang penuh kebahagiaan. AKu rasakan kelegaan di wajah nenek dan ibuku. Cucu dan anaknya ini pulang tidak mengecewakan.
Ada macam-macam pertanyaannya.
"Dulu bagaimana kamu kok tiba-tiba mau ikut ke sana, itu?" tanya ibuku, seakan tidak percaya dengan kesangupanku dulu.
Kawan, semalam itu aku bercerita seperti tak kekurangan tenaga dan suara. Begini ceritanya ...
Kita lulus SPG tahun 1986. Ya, kan?
Di bulan Agustus 1986 setelah lulus dari SPG itu, perjalanan hidup ini mulai dituliskan.
Setelah lulus SPG aku menganggur. Mau kuliah tidak ada biaya. kebetulan orang tua pulang ke Jawa dan membawa angin segar. Katanya di Kalimantan Timur, tempat orang tuaku tinggal ada sekolah inpres yang masih kekurangan banyak guru. Dari situ aku termotivasi, ingin merubah nasib lalu ikut ke Kalimantan.
Saya akhirnya sampai di Kalimantan. Apa yang saya bayangkan jauh dari kenyataan. Ternyata tempat yang aku tuju adalah sebuah kampung yang usianya baru 4 tahun. Aku tertegun melihat sekeliling yang masih dipenuhi dengan hutan belantara. Kondisinya 180 derajat bedanya dengan kehidupan saat masih di Jawa.
Rasanya mau menangis tapi karena tekat untuk merubah nasib, aku berusaha tegar. Untuk menyambung hidupku, sebelum menggunakan bekal yang aku bawa, yaitu ijasah SPG, aku harus bagaimana? Aku belajar dulu tentang kehidupan baru dari orang-orang di sekitar.
Ternyata banyak orang dari Jawa. Aku mau tani gak bisa, walau tanah sangat luas. Akhirnya aku coba kerja mikul balok di hutan.
Ya,, tempat ini baru didirikan sekitar 4 thn melalui program transmigrasi di masa pemerintahan pak Soeharto. Saat itu segudang pertanyaan muncul dalam hatiku apa yang bisa aku lakukan disini? Apa menjadi kuli pangul terus-terusan? Masih banyak pertanyaan yang tak terucap. Aku ingat keadaannya di Jawa.
Ya, sungguh jauh berbeda dengan kondisi di Jawa, kalau di Jawa semuanya serba wah, tapi di sini serba wiih.... Rumahnya jarang-jarang. Jalannya masih tanah, belum ada listrik, kalo malam gelap luar biasa, diselingi suara berbagai macam hewan karena kampungnya berada di antara hutan belantara.
Jarak antar rumah 25 meter. Yang mengejutkan lagi, jarak antar kampung bisa puluhan kilo meter. Kawan, bisa kau bayangkan?
Baru sebulan tinggal di kampung, bencana malaria melanda. Aku pun kena malaria. Orang asli sana bilang bahwa perkenalan pertama orang yang baru datang belumlah lengkap kalau belum sakit demam malaria. Hal itu wajar, kwan, karena lingkungan yang masih hutan alami.
Nyamuk luar biasa banyak. Aku alami selama 3 bulan. Sakitnya aneh pakai hitungan waktu. Kalau sudah jam 11, tubuh kedinginan, menggigil selama 1 jam. Habis itu terasa kepanasan. Kalau sudah hilang, tubuh rasanya seperti orang sehat. Makan enak. Tapi besuknya begitu lagi. Sampai 3 bulan, aku baru sembuh total.
(Lanjutan - 2)
Lalu, waktu yang kutungu-tunggu datang. Yang kuinginkan terwujud. AKu berkesempatan melamar jadi guru. Aku diterima sebagai CPNS tanpa tes.
Tapi, selama lima tahun pertama itu masih masa sulit, kawan. Perjuangan untuk hidup sungguh luar biasa. Mau ke kota Samarinda aja kalao gak ada panas satu minggu, kendaraan gak akan lolos..
Pernah satu ada pengalaman pahit Saat SK CPNS keluar dan aku harus ngambil ke kota, aku berangkat pagi jam 6. Sampai Samarinda sudah jam 10 dengan pakaian kotor kena lumpur. Maklum di perjalanan sering mendorong mobil. Setelah selesai urusannya pulang sampai rumah jam 1 malam. Karena kejebak hujan, mobilnya amblas gak bisa jalan. Lalu, terpaksa dilanjutkan dengan jalan kaki.
"Lalu, bagaimana kok katamu kamu jadi pengusaha kayu segala?" tanya nenek.
Aku terdiam sebntar. Tapi di bibirku masih tersungging senyuman. Hmm.
Duka tak selamanya abadi. Duka yang membekapku mulai melonggarkan cengkeramannya setelah seberkas cahaya mulai menyinari yaitu program pengaspalan jalan provinsi.
Jalan itu mulai dikerjakan, membentang dari kota Samarinda sampai daerah transmigrasi. Itu tahun 1991 dan selesai 1993. Babak hidup baru sudah dimulai. Tranportasi mulai lancar. Kehidupan mulai ramai. Orang kota berbaur dengan orang kampung.
Perekonomian mulai lancar. Kebutuhan hidup mulai mudah didapatkan, ditunjang masuknya program listrik masuk desa.... Hiburan mulai ada, suasana terasa lebih hidup. Dari situlah dunia bisnis mulai berjalan dan akhirnya aku bisa masuk sebagai pemainnya. Bukan sekedar penonton!
Cerita akan sampai di sana. Tunggu saja Nenek bertanya, maka cerita akan mengalir. Pengusaha kayu, dodolan solar, dodolan iler. Oleh bojo, dlll.
(Lanjutan - 3)
"Ya, kudengar dari Bapakkmu kmi usaha kayu juga?" tanya Ibuku.
"Ya. Tapi sekarang sudah bangkrut."
"Bangkrut?" nenek menegaskan.
"Ya. Beberapa tahun yang lalu aku berusaha kayu. Saya membeli kayu matang dari orang-orang, lalu ditipu. habislah modalku."
Aku menjawab lirih, kawan. Ada sedikit kesedihan. Tapi tidak mendominasi. Aku tahu siapa pun akan sedih saat merugi, tapi aku masih memiliki pekerjaan dan mungkin sedikit uang untuk bangkit.
Di kalimantan aku hidup bersama ayahku, berdua. LIngkungan kami dikitari hutan. Tanah kosong yang berupa hutan belantara tak terhitung luasnya dan belum bertuan.....
Hutannya masih perawan, ditumbuhi berbagai jenis kayu. Ada dua gol kayu ,yaitu kayu putih dan kayu Ulin.... Kayu putih banyak jenisnya. Ada kayu kapur, bengkirai, meranti, arau dan masih banyak jenis lainnya.
Yang saya heran kayunya ga ada yg kecil. Entah sudah berapa tahun usianya hingga besarnya ada dua kali pelukan orang dewasa. Tidak cuma itu aja. Ikan sungainya juga gak terhitung banyaknya. Kalau cuma untuk makan, tinggal mancing saja.
Setelah diangkat jadi guru aku tidak hanya ngajar. Aku ingn berusaha lebih. Maklum waktu itu aku masih muda dan semangat. Pagi tugas mengajar sebagai tugas rutin. Sore hari diisi dengan kegiatan lain.
Kebetulan kampung yang aku diami dilalui oleh 2 perusahaan besar yang bergerak di bidang kayu, yaitu PT Kayu Lapis dan PT Bhirawa. Jadi ramai lalu lalang kendaraan besar pengangkut kayu mentah, namanya _log_ dan truk pengangkut kayu masak.
Aku pernah kerja mikul kayu hasil usaha rakyat untuk dijual ke perusahaan. Kayu itu disebut kayu putih. itu yang diambil perusahaan dan kayu Ulin ya diambil masyarakat. Dalam hati aku pingin juga jadi bos atau juragan. Lalu aku mengumpulkan modal membeli kayu dari hasil masyarakat dan dijual ke perusahaan. Aku kena tipu, kawan.
Selain kena tipu, juga keuntungannya terlalu mepet.
Usaha kayu ternyata tidak semudah yang aku bayangkan dengan keuntungan mengunung meskipun kau tinggal tebang saja kayu itu sesukamu.
Ada banyak hal yang harus kita pelajari, mulai pekerja, sarana pendukung, dan lain-lain agar usaha kita bisa berjalan lancar. Selama kita tidak punya truk sendiri kita selalu kalah satu langkah sama yang punya truk.
Usaha kayu hanya bisa bergerak saat ada panas. Bila sudah hujan, otomatis berhenti karena jalan yang dilalui masih jalan tanah.. Kalo gak punya truk kita harus menunggu mobil upahan.
Mobil truk itu pun mengangkut kayu milik sendiri giliran dulu, setelah selesai baru disewakan. Sering kali saat truk siap disewa, hujan datang. Lalu, hanya air mata menetes. Kayu yang ada gak bisa diangkut pulang. Nunggu ada panas lagi. Dah ada panas, kayu yang punya mobil sudah siap diangkut, jadi mobil tak disewakan lagi. Begitu dan seterusnya…
"Sudah, gak pa-pa," kata nenek.
Ibu bangkit, mengelus kepalaku. Ibu tak mengucapkan kata apa-apa, tapi aku merasa ada tambahan energi untuk bangkit.
Saat saya pamit, Ibu dan Nenek melepasku dengan senyum yang terasa sangat ikhlas. Aku jadi tenteram dan mantap melangkah balik ke Kalimantan.
Kawan, aku kembali ke Kalimantan untuk hidup bersama bapakku. Kali ini langkahku lebih mantap karena ingat senyum ikhlas kedua perempuan utama dalam hidup saya, Nenk dan Ibu.
Sampai di Kalimantan saya bertekat untuk melanjutkan usaha kayu. Kali ini saya harus punya mobil agar tidak kalah banyak langkah dari orang lain. Tapi bagaimana? Uangku tak cukup untuk membeli truk. Mau kredit, apa yang dijaminkan? Apakah nanti akan berhasil atau malah jatuh ke dalam lubang kebangkrutan?
Lalu, suatu hari datanglah seorang itu.
Dia orang lain. Saudara bukan. Kebaikannya melebihi saudara sendiri. Ia datang memberi nasehat bahwa kalau pingin maju usahaku, aku harus punya mobil.
"Kalau mau belikan saya mau," ujarku satengah berseloroh.
Di luar dugaan, dia kok mau.
"Ok, kalau kamu mau, saya ambilkan mobil," katanya.
Lalu, jadilah aku punya truk kreditan dan yang menjamin malaikat ini. Di awal-awal, aku tak bisa makan, tak bisa tidur karena kepikiran.Bagaimana jika saya gagal, padahal jaminannya adalah sahabat ini.
Orang bilang orang yg pandai adalah orang yg bisa membaca situasi dan peluang yang ada disekitar kita. Jadi, aku sambil kerja guru, dulu aku jadi buruh muat kayu ke truk saat sore hr sepulang sekolah. Lalu ngambil kayu dari orang untuk dijual, bangkrut. Maka mulai tahun 1997 itu aku berubah.
Aku sudah ada truk kredit. Aku sudah belajar dari pengalaman. aku ubah pola usaha. Aku memelihara anak buah tidak lagi dengan sistem beli kayu masak. Aku mulai dari kayu nebang, mengangkut, menggergaji sendiri. Awalnya cuma 2 orang anak buah kerja kayu di hutan.
Ya, waktu itu siapa yang bisa buat jalan masuk ke hutan dialah yg berhak mengambil kayunya. Seiring berjalannya waktu anak buah bertambah akhirnya hampir mencapai 50 orang totalnya, dengan dua truk. Ada yang kerja di mobil, ada juga yang kerja di penggergajian (sawmill) di hutan. Kayu yang diambil ada yang setengah masak, ada yang masak. Oleh karena itu ada sawmill untuk mengolahnya itu berjalan kurang lebih 10 tahun.
Ya, aku tahu benar sekarang, untuk kelancaran usaha kayu kita harus punya truk sendiri untuk mengambil kayu ke hutan, lalu sampai dirumah diolah sesaui dengan pesanan bahan bangunan....
Soal keuntungan, di semua lini ada hitungannya sendiri. Dari mobil, ada keuntungannya. Dari kayu dapat hitungannya per kubik untungnya. Di mesin penggergajian kayu dapat juga. Ya dapat 3 kali untung.
Aku dapat tiga keuntungan dari proses itu kawan. Tapi, saya keasyikan di situ, dan tiba-tiba sadar aku mulai menua dan menjadi bujang lapuk.
Aku saat itu memiliki dua penggergajian, atau bahasa Inggrisnya sawmill. Satu ada di tanah saya sendiri dan satunya saya titipkan di tanah seorang karyawanku, lelaki Jawa yang sudah menikah dengan orang kalimantan. Jadi aku sering bongkar muatan di rumahnya, dan saya jadi ingat bahwa anaknya dulu pernah jadi muridku.
Agak itu sudah tampak besar sekarang, sudah tampak dewasa. Dulu aku ngajarnya di kelas lima. Tidak banyak bicara, tidak pernah teriak, tidak pernah "neko-neko". Saat itu pun, tahun 2001, dia tetap sama. Setelah sempat berpapasan beberapa kali, dan kucuri pandang, dia tidak berbeda dengan saat kuajar di SD inpres itu, hanya tambah manis.
Aku merasa bersemangat jika tahu dia. Rasanya ada yang kurang lengkap jika aku tidak ketemu dia. Kawan, apa itu namanya rindu?
Hatiku terasa hangat. Ada sesuatu yang tumbuh di sana. Apa ini?
Kata seorang penyanyi, usia boleh beda, tapi cinta soal hati. Ya, aku aku suda dia. Tapi apakah dia suka aku? Itulah misteri besar, kawan.
Aku tak mau lama berandai-andai. Aku ketemu pamannya dan minta tolong memberi tahu dia bahwa aku akan melamarnya.
Maka sang paman pun menemuinya, dan katanya dia menjawab _tidak tahu._ Dan oleh pamanya, itu ditafsirkan mau.
Akhirnya, aku menemui bapaknya, "Aku melamar anak Bapak."
Suasana hening.
Kawan tentu tahu, agamaku non-muslim dan keluarga itu keluarga muslim. Aku bisa menebak masalahnya.
Setelah sekian detik, bapaknya mengatakan bahwa beliau bisa menerima tapi dengan satu syarat. Menurut beliau perkawinan yang terbaik adalah perkawinan yang seiman. Maka, lamaranku diterima dengan satu syarat, aku memluk Islam.
Kawan, aku memang tinggal di daerah Islam, baik di Jawa maupun di Kalimantan. Teman-teman dan relasi kerja hampir semuanya Islam. Aku memahami mereka.
Kawan, aku telah mengenal perempuan muda mantan muridku ini dua tahun. Saat itu aku tengah kesibukan menjadi guru dan mengurusi usaha.
Tuhan mengirimkan seseorang yang sangat berarti yang mampu mengisi hati yang sudah lama membeku, bisa menjadi cair rasa cinta dan kasih sayang mulai tumbuh bersemi.
Dia sangatlah spesial. Dia orang asli Jawa Kalimantan yaitu orang tuanya Jawa tapi lahir di Kalimantan.
Hmm, bagaimana dengan syarat itu?
Aku tidak kaget mendengar syarat itu. Aku sudah menduganya sejak awal, dan dengan pelan aku pun mengiyakan.
Aku memutuskan untuk hijrah, untuk memeluk agama Islam. Aku mengucapkan dua kalimat syahadat dan resmi memeluk agama ini.
Tak lama setelah itu pernikahan kami dilangsungkan. Pernikahan itu sangat spesial bukan karena ramai tapi dilaksanakan tepat tanggal 17 Agustus 2003, hari kemerdekaan kita.
Setelah itu, hidup terasa lebih mantab, stabil. Tapi keadaan di luar sana tidak tetap stabil.
Sudah dua tahun kami menikah. Usaha kayu masih jalan. Ngajar sebagai guru? Tentu masih.
Tahun 2005 kebetulan ada perubahan tambang batubara masuk. Namanya PT Kimco dari Korea. Jalannya melalui kampung kami. Setelah beberapa lama ada berita bahwa ada peluang bisnis solar ada salah satu kontraktor yang mau menerima solar. Bagaimana menurut kawan? Diambilkah?
(Bersambung, insha Allah)
(Lanjutan - 5)
Kawan, tentang solar itu aku memang sempat ikut-ikutan sebentar. Namun aku tidak teruskan. Aku tahu itu pebuatan tidak baik. Untungnya banyak, tapi ... kau tahu sendiri. Anakku yang pertama telah lahir setahun sebelumnya. Aku harus menghidupinya dengan baik, kan? Kesempatan bisnis solar itu sendiri juga tidak lama. Hanya dua tahun saja karena kontraktor pertambangan tersebut sudah habis masa kontraknya.
Bisnis kayu jalan terus. Saya tekuni karena saya pikir itu pembuka rejekiku. Ada suka, tentu ada duka.
Setelah punya penggergajian dan truk, masih ada lagi masalahnya sebenarnya. Hambatan usaha kayu itu cuaca. Saat cuaca hujan, semua kegiatan terhenti kecuali anak buah yg sedang kerja di hutan. Ada beberapa pengalaman pahit yang terjadi mungkin berpuluh-puluh kali, berulang nyaris sama.
Tidak jarang kita terjebak hujan. Di mana pun posisinya, kita tidak bisa bergerak. Jadi truk terpaksa kita tinggal begitu saja dan orangnya pulang dengan jalan kaki. Kalau nahan rasa lapar, itu sudah biasa jika bekal sudah habis. Kalau cuma jarak 10 atau 20 km jalan, itu sudah bukan istimewa. Bahkan pernah kita jalan mulai jam 6 pagi sampai 6 sore baru sampai rumah. Soal jarak, kawan bisa tebak.
Kayu-kayu yang kit ahasilkan, belum tentu menghasilkan uang. Saat kayu dihutang dan gak dibayar, kamu hanya menemukankekecewaan merenungi kerja kerasmu di hutan. Sampai sekarang pun masih ada yang tetap gak terbayar. Ya, kalau untuk beli mobil mungkin dapat satulah. Saya hanya berpikir kalau tu rezeki sy pasti akan kembali kalau gak anggap aja cuma numpang lewat aja karna saya berpikir Tuhan punya rencana sendiri.
Tahun itu 2007. Lokasi pengambilan kayu tak lagi ada. Semuanya masuk dalam wilayah tambang batubara. Perut hutan dibongkar, diambil batubranya. Aku harus cari tambahan rejeki selain dari menjadi guru.
Perusahaan tambang juga memerlukan areal tanah untuk digusur atau ditambahkan sebagai areal tambang. Maka tanah-tanah yg masuk areal satu persatu dibebaskan oleh perusahaan. Aku mellihat celah di sini. Aku masih punya uang dari usaha dulu. Maka aku pun membeli tanah dari warga yang membutuhkan dana cepat. Tapi tanah ini tidak secara otomatis bisa dijual ke perusahaan tambang. Setelah 1 sampai 3 tahun menunggu, akhirnya tanah yang kubeli ada yang masuk peta untuk dibebaskan. Tanah-tanah msyarakat secara bergiliran dibeli perusahaan sesuai areal yang dibutuhkan oleh perusahaan. Termasuk tanahku. Tapi tidak semua tanah yang saya beli bisa dijual ke perusahaan tambang. Sampai sekarang masih ada tersisa tanah itu. Aku gak bisa mengurusi dan kubiarkan jadi hutan belukar lagi.
Aku ingat Plaosan. Aku ingat nenek.
Nenek meninggal tahun 2004 setahun setelah aku menikah dan mau mempunyai anak pertama. Istri saya saat itu istri sedang mengandung. Setelah anakku berumur 1 tahun, aku ajak dia pulang ke Jawa, mengunjungi tanah yang saripatinya mengalir dalam darah bapaknya ini.
Aku kembali ke Kalimantan.
Apa yang akan aku lakukan kemudian? Tahun 2009 anakku kedua lahir.
Aku dengar harga sarang walet mahal. DI daerahku banyak burung walet. Aku belajar dari teman yang sudah sukses berbisnis walet dan minta dia bantu merancang.
Maka tahun itu, tahun 2014 saat membangun rumah aku rancang rumah itu untuk dua fungsi. Yang bawah saya tempati dan yang atas untuk rumah walet. Dengan bantuan teman tadi.
Rumah walet dari agak jauh
Kawan buat sirip-sirip kayu itu untuk tempat walet tersarang.
Uniknya menjadi petani walet tidak sama dengan usaha yang pernah saya jalani sebelumnya. Di usaha yang lama, tambah tahun omsetnya tambah menurun, tapi kalau menjadi petani walet sebaliknya. Kalau sudah ditempati walet dan produksi, tambah tahun justru omsetnya tambah besar sesusai pertambahan populasi burung walet. Begitu seterusnya.
Tahun 2013 adalahsalah satu tahun yang akan selalu kukenang. Bapak meninggal tahun 2013 satu minggu setelah pulang ke Jawa. Walau lama Bapak hidup lama di Kalimantan, tapi takdir menghendaki lain dan beliau meninggal di tanah kelahirannya, satu tahun setelah saya diangkat menjadi kepala sekolah.
Dengan usaha-usaha itu, aku agak leluasa pulang ke Magetan dari sisi ongkos. terhitung ada tujuh kali saya pulang.
Tahun 2018 saya juga pulang ke tanah kelahiran. Saya bawa serta seluruh keluarga saya untuk sungkem ke ibu saya.
Inilah foto terakhir saya dengan Ibu tahun 2018. Tahun 2019 meninggal. Tak ada lagi yang menyertai aku dalam doa-doa, selain tentunya keluargaku.
Ya, di tahun 2018, aku sempatkan mengajak keluarga jalan-jalan di Magetan dan sekitarnya. Aku sempat juga telepon mas Prof di Malang, hanya bilang tidak bisa mampir.
Bolehkah aku bagi denganmu kawan, foto-foto keluargaku?
Kawan, sarang walet saat ini menjadi primadona karena selain menjadi konsumsi dalam negeri, dia juga menjadi salah satu komoditas ekspor. Harganya mengikuti krus dolar. Per kg bisa mencapai puluhan juta rupiah. Apalagi di masa pandemi sekarang permintaan meningkat karena katanya bisa dijadikan bahan obat-obatan. Usaha inilah yg bisa saya prediksi untuk bekal setelah pensiun nanti dan bisa menjadi sumber pendapatan setelah tidak menerima gaji lagi. Jika ingin belajar bertani, walet, ayo ke tempatku, akan kuajari caranya.
Demikian kisahku. Mohon doa kawan-kawan untuk kebaikan kita semua. Aku ingin mendengar kisahmu juga. Walau aku beribu-ribu kilo meter dari tempatmu, rasanya dekat membaca kisah-kisahmu.
Kisahkan lagi hidup dan perjuanganmu. I rindu kamu.
(Lanjutan - 6)
Eh, ada yang tertinggal dari kisahku. Suka dukaku sebelum diangkat jadi CPNS.
Kala itu setelah sembuh dan sehat tepatnya awal tahun 1987 saya dapat informasi kalau ada lowongan pekerjaan di perusahaan kayu namanya PT KAYU LAPIS TIMBER lalu saya membuat surat lamaran kerja dan memasukkan ke perusahaan tsb setelah lama menunggu dan diproses akhirnya dipanggil dan ternyata diterima.
Awalnya hati ini terasa senang dan bahagia tapi setelah tau bagian kerjaan yang akan saya jalani hati merasa ragu dan bimbang apakah mampu apa tidak untuk menguatkan hati kalau belum dicoba gimana akan tahu hasilnya. Saya ditugaskan dibagian survey yg jelas tempat kerjanya di tengah hutan belantara..
Sebelum sy ceritakan apa kerjaan bagian survey saya sedikit cerita tentang gambaran hutan belantara yang masih perawan yg belum pernah dijamah oleh manusia.
Hutan himba namanya jika kita masuk ke dalam hutan maka jarak pandang kita tidak bisa menembus jarak 5 meter karna terhalang oleh lebatnya dedaunan dan pohon mulai dari ukuran yang kecil,sedang sampai yang terbesar bahkan sinar matahari aja gak mampu menembus selain itu masih banyak dihuni oleh berbagai macam jenis binatang antara lain payau, kijang, landak,kancil,orang utan,beruang,berbagai jenis monyet,ular Sawa, babi dan masih banyak lg jenis hewan yang lain.
Tugas utama bagian survey adalah membuat blok baru yang akan diproduksi kayunya, satu blok luasnya 1 km persegi sedangkan luas hutan gak tau berapa luasnya. Kalau blok dah selesai tugas berikutnya membuat jalur jalan untuk mengangkut kayu yg akan diambil tugas terakhir menghitung dan memprediksi jumlah kayu yang bisa diambil dari masing masing blok.
Bulan pertama masuk kerja kami satu rombongan diantar oleh mobil sarana yg khusus mengantar karyawan dan diturunkan di titik yg dituju kemudian masing-masing membawa barang bawaan untuk bekal selama 2 Minggu. Pengalaman baru terukir selain jalan kaki ternyata harus membawa beban menuju areal yg akan kita kerjai. Setelah sampai tidak langsung kerja tapi buat dulu pondok untuk tidur biasanya dibuat didekat sungai.
Besuknya baru kerja yaitu membuat jalur blok.. hari pertama dapat 2 km baru pulang jadi hitungannya 4 km jalan sampai di pondok badan rasanya kayak remuk semua hari berikutnya sambung lg dan terus begitu sampai dpt jalur 5 blok baru pindah pondoknya ke dalam, singkat cerita setelah dapat 10 blok baru turun artinya 10 km kita keluar dr hutan menuju titik jemputan.
Suasana malam ketika habis magrib ditandai dengan suara berbagai macam hewan benar' terasa mencekam dan menakutkan keadaan gelap gulita hanya lampu obor sebagai penerangnya. Rasa dingin menusuk tulang kalau dah larut malam maklum tidur tanpa ada dinding penutup.
Esok paginya siap untuk kerja judulnya jalan lagi dan jalan lg.. sedihnya saat buat blok tidak mengenal Medan maksud ketemu sungai ya harus diseberangi yang jadi kendala tidak bisa renang ketemu tebing ya harus dinaiki karna jalur blok tidak bisa digeser. Setengah mati capeknya.
Apa yang saya kwatirkan akhirnya datang juga setelah 3 bulan kerja saya sudah tidak kuat lagi akhirnya memutuskan untuk berhenti bekerja dah gak mampu lagi berjalan.
Masalahnya tambah hari jalannya tambah jauh dan kalau mau pulang kadang jalan mulai pagi sampai sore baru sampai tempat jemputan malam baru sampai rumah.
Cerita berikutnya setelah berhenti kerja di perusahaan saya memutuskan untuk kerja mikul atau manggul balok. Lokasinya sama yaitu dihutan bedanya kalau mikul hutannya sudah dikerjai sama perusahaan jadi ramai banyak teman.
Enaknya kerja mikul bs santai karena borongan masalah hasil sesuai target hitungan per kubik kita dibayar saat itu angkos antara 5 rb sampai 7 rb per kubik.senangnya bisa sambil mancing kalau dah istirahat.
Kawan,
Profesi mikul saya jalani selama kurang lebih 1,5 tahun sampai ada kabar SK CPNS keluar.. bicara masalah bayangan saya kira jadi pegawai gajinya banyak. Ternyata, diluar dugaan gajinya hanya 50 rb satu bulan. Kalau dibandingkan dengan hasil mikul, hasi dari kerja mikul lebih banyak. cuma kata orang, masa depan jadi pegawai lebih cerah. Maka saya tekuni sampai sekarang menjadi pegawai negeri.
Eh, benarkah masa depan pegawai negeri lebih cerah? 😁
== akhir kisah ==
Magetan, 23 Februarai 2021
alhamdulillah
BalasHapusWah jadi penasaran saja sy tunggu kelanjutannya..sahabat.
BalasHapusTidak pakai lama-2..
Lho nggih...ok thanks.
Ini cerita sahabatku alumni SPG yang berjuang di Kalimantan
BalasHapus