Selasa, 23 Februari 2021

Membina hubungan baik dengan Allah

Sejak kecil hidupku  penuh ujian, kata orang ujian itu akan membuat  orang naik kelas, akan membuat  orang lebih bijaksana, akan membuat  orang memiliki level yang tinggi.

Yang namanya dirasani orang itu sudah biasa. Bukan karena ulahku yang nakal atau tidak beres. Tetapi lebih disebabkan rasa iri , dengki yang dimiliki. 

Kehidupan  masyarakat  saat itu jauh sekali dari agama, yang namanya  isu santet  itu sudah biasa. Yang berwibawa adalah orang yang sebenarnya  jahat , tapi dibalut oleh kelicikan akal bulusnya. 

Aku suka belajar  agama, karena dengan itu  menentramkan hatiku,  disitu  ada keadilan,  disitu  ada harapan. Disitu  akan ada balasan  orang yang berbuat  jahat, disitu ada pahala bagi yang melakukan  kebaikan.  Orang jahat  akan celaka  orang beriman  dan bertaqwa akan menjadi kaya dan berbahagaia  di alam akhirat  sana. 

Bahkan tidak saja di akherat,  mulai di dunia ini akan diberi rezeki yang tidak  disangka sangka  datangnya,  akan diberi jalan  keluar  permasalahan  hidupnya. Itulah yang dijanjikan  dalam agama. 

Tanggal 29 Februari  2021 saya dibawa ke rumah sakit,  karena badanku demam tinggi, berhari hari tidak reda. Sebenarnya demam itu dimulai  tanggal 25 Februarai,  diawali dari batuk  kecil kemudian  saya belikan  obat batuk flukadek. 

Batuknya reda tapi demamnya yang tetap tidak berubah. Kemudian aku minta di bawa ke dokter.
"Sakit apa pak?", tanya dokter sambil tergesa gesa memeriksa  tubuhku,  karena pasien yang antri banyak.

"Batuk pak dokter ", jawabku sambil menyibakkan  pantatku  karena mau di suntik. Dokter yang satu ini biasanya  kalau nyuntik  sakit, tapi habis itu  sembuh. 

Agamanya sangat  baik. Walaupun pasiennya  banyak kalau mendengar  suara adzan maka meninggalkan praktekkan  dan ikut  sholat  jamaah di masjid. 

Tarifnya  murah sekali  hanya 48.000. Padahal  kalau  saya pijat  ke dukun tarifnya  50.000. Dokter kuliahnya  sulit  biayanya  mahal. Hanya anak orang kaya yang berani kuliah di kedokteran.  

Sedang dukun pijat  tidak lulus SD tarifnya  50.000. Seperti dunia  terbalik saja. Pernah saya dipijat, nanti malamnya malah sakit  nyeri tak tertahankan  hingga  malam itu  juga saya dilarikan  ke rumah sakit  Griya Husada.  Untung tertolong  dan sembuh. Sejak itu  kapok aku.

Saat dibawa ke rumah sakit  itu kesadaranku antara  sadar dan tidak,  rasanya   seperti  ngantuk  berat. Saya diantarkan oleh Diar, anakku yabg pertama  dan istriku. Istriku  menangis saja dalam perjalanan  karena melihat  kondisiku  yabg seperti  itu.
"Bertahan ya bi, kita berobat  ya bi." Istriku  menghiburku. 

Aku hanya bisa menjawab singkat, "ya." Kemudian  tidur lagi. Tetapi  dalam tidur  itu saya sadar ini perjalanan  ke rumah sakit. 

Dalam hatiku hanya membaca istighfar,  mohon  ampunan  Allah,  sampai capek  sampai  tidur. Berharap  Allah memberikan  jalan keluar  atas permasalahan  kesehatanku. 

"Kita sudah samapai rumah sakut griya  husada Bi, persiapan ya,"  istriku memberitahu seraya membangunkan keasadaranku.  Lagi- lagi aku hanya menjawab,"ya."

Diar menghampiri  petugas  dan minta  tolong  untuk  proses  pengobatan,  tapi jawabannya  petugas, "maaf pak di rumah sakit  ini tidak ada ruang observasi."  Kami tidak paham,  masa iyya  rumah sakit  kok tidak punya  ruang observasi. Singkat  cerita  kami di tolak.

Kemudian ke RSI , sebuah rumah  sakit besar  swasta yang ada di Madiun,  kami berharap  bisa di tolong di sini.  Ternyata  di sini ruangnya  sudah penuh. 
"Itu pak ada pasien yang antri  untuk  mendapatkan  kamar." Petugas itu jari telunjuknya  menunjuk seorang  paruh baya yang tampak sakit sedang duduk  di kursi.

Akhirnya  istriku  menghubungi  pak Hermanto,  tetanggaku  yang bekerja  di rumah sakit umum  Madiun  agar aku bisa ditolong  mendapatkan  kamar. 

Yang ada dihati  kami adalah aku harus ngamar di rumah sakit  agar mendapatkan  perawatan  yang  intensif. 

"Pak Her,  Bapaknya sakit,  kami minta  tolong  bagaimana  agar bapaknya  bisa opname  di Merpati,  bisa mendapatkan  kamar. " Istriku menelepon  pak Hermanto. 

"Oo iyya mbak, di bawa saja ke UGD, biar  ditangani awal di sana."

"Oo iyya pak Her,  terima kasih."
Kemudian aku di bawa ke UGD, dan dibawa ke ruang observasi. Aku diambil  sampel  darahnya  untuk  di cek imun antibodi. Tidak itu  saja aku juga difoto  ronxen. Kami manut  saja tindakan  yang diberikan  padaku. Lama sekali aku berada  di ruang ini,  istriku selalu  mendampingiku. 

"Bi bangun, membaca istighfar."
"Iya," aku berusaha membuka mataku  dan membaca istighfar, aku serasa  berada di tempat  yang  tenang lama-lama  tertidur,  tapi aku mendengar  percakapan  orang-orang  di sekelilingku. 

Terdengar  suara adzan, oo sudah waktunya  magrib, istriku  memberitahukanku untuk  sholat  magrib. Kemudian  aku sholat  magrib semampuku  hanya  gerakan-gerakan  sederhana yang bisa ku lakukan.

Setelah  selesai sholat magrib  datanglah  seorang  petugas  menjelaskan  mengenai sakitku.

"Bu.., suami ibu dari hasil  pemeriksaan  bagus,  swab  antibodi  hasilnya  bagus, paru parunya juga bagus. Suami ibu bisa di bawa pulang,  nanti dikasih  obat dari sini. Jadi cukup  rawat  jalan saja." Ternyata petugas ini adalah dokter.  Masih muda,  cantik  dan ramah.  Istriku setengah tidak percaya.

"Kami ingin  opname  saja bu dokter  agar  suami  saya mendapatkan  perawatan  yang baik di sini." Istriku  tetap  berkeinginan  aku di rawat  di rumah sakit.  

"Iya tapi  tidak ada alasan suami  ibu untuk  opname," terjadi perdebatan  antara istriku  dengan dokter  muda itu. 

"Bapak, coba genggam dua jari saya ini." Aku menggenggam jari bu dokter muda itu dengan sepenuh  kekuatanku.

"Ini lho bu genggaman  tangan Bapak ini masih kuat" jelas bu dokter.

Istruku  baru percaya  dan akhirnya  ikut  arahan bu dokter,  aku dibawa pulang.  Aku dikasih obat  dan diberi  tahu nanti  tanggal 1 kontrol  lagi. 

Kemudian kami pulang, obatnya diminum,  makan juga  masih bisa aku lakukan. Kalau siang hari  badanku  sudah tidak panas,  tapi kalau  malam hari sekitar  jam 3 pagi, badanku  panas  kemudian keluar  keringat,  setelah itu  panasnya  reda. 
Seperti  itu kondisiku  setiap  hari. 

Tanggal  1 kami kontrol di RS Merpati,  aku diperiksa  dokter,  tapi periksanya  hanya interview  saja. Dalam kondisi  pandemi  seperti  ini jarang sekali  dokter menyentuh  pasiennya,  barang kali  beliau juga takut,  kalau  pasiennya  terinveksi  virus corona. Kemudian  tertulari.

Setelah interview mengenai apa yang aku rasakan, Aku disuruh  swab antigen di lab Persada. Jaraknya 100 m dari RS Merpati, dengan badan serasa ringan melayang  aku diantar Diar ke Lab Persada. 

Diar adalah anakku  yang pertama,  dulu  pernah  daftar Polisi  tahun 2013, tapi tidak lolos. Aku suruh mengulangi  lagi tidak mau. Akhirnya  sekarang  menekuni  profesinya  sebagai penata  sound  system.  Dia sudah punya  2 set sound  system sekarang.

Barangkali  hikmahnya  di sini,  tampaknya Dia yang akan dekat  denganku  sampai  hari tuaku. Dialah  yang mengantarkan  aku ke dokter  kalau sakit.  Kalau jadi Polisi  tugasnya  jauh,  barangkali  hanya  bisa bertemu  setahun sekali.  Tidak bisa  mengantarkan  ke dokter  kalau  Bapak Ibunya sakit.  

Dari hasil  swab antigen  hasilnya  positif,  "ya Allah."  Aku diam  membisu  banyak diskusi  dihatiku. Sampai  kemungkinan  terburuk  bila terjadi  apa-apa  pada diruku.  Aku kembali pada dokter  tadi.

"Op name ya Pak". 
"Iya bu Dokter  siap." Saya pasrah apa yang akan terjadi  dengan diriku  yang sebenarnya  agak takut. Takut  berpisah dengan istriku,  takut  kalau-kalau  ini adalah  hari hari terakhirku. 

Aku diarahkan  ke ruang  UGD lagi, diofservasi  lagi,  dan hasilnya  ada dua pilihan. Opname atau isolasi  mandiri  di rumah. Aku ingin opname  tapi tidak ada ruang  tersedia. Ruangnya  penuh semua. "Ya Allah." Sejak  itu  aku dinyatakan  Covid-19.  Sebuah penyakit  yang ditakuti  oleh orang seluruh  dunia. Antara hidup dan mati dipertaruhkan.  Tetapi semua  itu harus tunduk  pada takdir Allah.  Kalau ajalku  belum tiba, pasti  aku sembuh.  

Aku pasrah,  pasrah pada dzat yang maha Rohman  dan Rohiim. Mulutku hanya berkomat- kamit membaca istighfar,  hatiku  hanya mengingat  sang Kholiq. Pikiranku  tidak boleh kosong. Pikiranku  harus terarah seperti  ajaran agama yang diajarkan guru spiritualku. 

Sebelas bulan lalu  aku berguru  ilmu torikoh pada Bu Nyai Nuning Siti Sunarni, sebagai pewaris  ilmu torikoh  dari eyang  KH Abdurohman yang tinggal di Pesantren Tegalrejo,  yang dikenal  sebagai waliyulloh pada jaman Belanda, tahun 1835. Beliau  adalah salah satu pengikut  Pangeran  Diponegoro. 

Kembali pada  keputusan  istriku,  akhirnya  aku dibawa  pulang  isolasi  mandiri,  dengan  dipantau  oleh rumah  sakit.  Mulai tgl 1 Februari  2021 aku isolasi  mandiri.  Istriku  menerapkan  protokoler  kesehatan  secara  ketat. 

Tanggal 1,2,3,4 adalah  masa masa krisisku,  kalau  malam badan panas, keluar  keringat.  Tidak merasakan lezatnya makanan, tidur  tidak nyenyak,  mimpiku selalu  buruk.  Sampai nengigau,  tak ada yang membangunkan  karena  istriku  tidur  ditempat  yang agak jauh.

Walaupun tidak merasakan lezatnya makanan tapi  aku harus memaksa makan yang banyak agar aku bertahan dan segera sembuh. 

Setelah hari ke 4 panasku reda, aku mulai  menikmati  lezatnya makanan,  tapi tidurku tidak pulas. Aku merasa  tidak ngantuk   , setiap  malam  pukul  01.00 aku bangun  untuk  sholat  malam,  setelah itu membaca  Al Qur'an.  Pelan-pelan  tilawahku,  alhamdulillah  kadang-kadang  bisa dapat  12 halaman.  

Di saat  sehat  ya sering  bangun malam,  tetapi  tidak  membaca  Al Qur'an.  Itulah hikmahnya  orang  sakit  itu dekat dengan Allah.  Kalau  tidak pernah diberi  sakit sering kali sombong,  kadang malah  lupa  pada  Allah.  Lebih dari itu  malah mengaku  sebagai Tuhan , seperti  Fir'aun.

Firaun  itu  flu saja tidak pernah,  akhirnya  sombong,  mengaku  sebagai  Tuhan. 

Hari ke 5 isolasi  mandiriku bertambah  sehatnya,  aku mulai  bisa menulis,  mengisi  blogku. Aku sebenarnya  berkomitmen  setiap  hari  menulis  di blog.  
"Mbok ya jangan  setiap hari  menulis terus to pah,  biar agak santai,  mbok nyanyi -nyanyi gitu." Ungkap istriku. Istriku  mungkin tidak tahu  bahwa menulis  itu  juga hiburan yang  menyenangkan. 

Aku tidak  mau berdebat  dengan istriku  yang telah merawatku  setiap  hari. Aku hanya mengatakan  , "iyya."
Semua tulisanku bisa dilihat  di suparnomuhammad.blogspot.com.  

Dari tulisan ku itu  orang  tahu kalau aku sakit,  apa yang aku lakukan, obat apa yang aku minum  dan sebagainya.

Selama  aku sakit  aku mendapatkan  kiriman  macam-macam  dari teman-teman ku , aku jadi terharu  atas ketulusan  hati mulia  mereka, seperti  mas Doktor  Sugeng  Harianto  yang tinggal  di Malang,  beliau  mengirimkan  banyak  obat-obatan  untuk  menyembuhkan sakitku.  Obat  ini telah  terbukti  menyembuhkan  istrinya  yang juga pernah  terinveksi  Covid-19. 

Alina Nirmala sahabatku  guru BK SMP 2 Ngariboyo,  juga mengirimkan  obat-obatan  untuk  kesembuhan ku.  

Adalagi  muridku Septeria, mengirimkan  madu bawang lanang.  Septeria adalah muridku ketika di SMP 2 Kaweadanan  yang sekarang  telah sukses berwiraswasta memiliki toko madu di 2 tempat. Yang lain masih banyak  juga sahabatku yang memberikan  kebaikan  apa saja. 

Ya Allah mereka baik  sekali  padaku, semuanya  ku serahkan padaMu  untuk  memberikan  balasan  yabg lebih baik,  dan lebih banyak  dan barokah tentunya.  

Setiap hari aku menulis,  di hari yang ke 24 aku menuliskan aku sudah lulus,  lulus dari ujian terbesarku dalam hidupku. Covid-19, penyakit  yang ku takutkan sejak 16 Maret  2020 ini  akhirnya  sampai juga  ditubuhku  tanggal  29 Januari  2021. 

Virus  yang induk semangnya dari Wuhan, China  inilah yang memporakporandakan  tatanan  kehidupan  bangsa-bangsa di seluruh  dunia. Tapi semuanya  itu ada yang menggerakkan,  Allah  SWT. Untuk  memberikan  peringatan  kepada manusia agar hidupnya lebih baik, agar Ibadahnya  lebih tekun,  agar kepasrahannya  lebih  totalitas. Agar imannya menubgjat. Agar lebih dekat  dengan Tuhannya.

Aku selalu berdoa semoga  pandemi  ini segera berlalu,  agar rakyat bisa bekerja, agar  anak anak bisa sekolah,  bisa ngaji di Mesjid, agar jamaah haji di seluruh  dunia  bisa berangkat tahun ini,  untuk  bersama menangis dalam  sujudnya,  mengadukan permasalahan  pada Robnya. 

Mereka  semua sudah rindu  melihat  makam nabinya,  yang menuntunnya  kepada hidayah,  yang memberikan  syafaat  kelak  di hari qiamat. 

Mereka semua sudah rindu tersungkur  sujud mensyukuri  atas penciptaanny  di dunia, atas rezeki yang diterimanya,  dan tentang apa saja yang diberikan  padanya. 

Mulai  kemarin aku bilang  pada istriku,  aku ingin  ke Masjid.
"Nanti kalau oleh orang-orang  tidak boleh bagaimana Pah?" Tanya istriku  meyakinkan keinginanku.
"Kalau nggak boleh ya pulang mi," jawabku.

Memang aku tahu tidak semua  orang  senang denganku.  Aku pikir  ini juga berlaku  bagi semua orang. Tidak semua  orang menyenangi  kita, sebaik apapun  kita. 

Tapi bagiku  tidak masalah  yang penting  Allah  senang  pada kita. Kalau Allah  senabg dengan kita  semua masalah  akan selesai  dengan cantiknya.  Akan ada jalan keluar  dengan  indahnya.

Oleh karena itu  aku berpikir,  sebenarnya  yang paling penting  adalah bagaimana  kita membangun hubungan baik  dengan Allah. Itu  saja. 



Magetan,  24 Februari  2021
















6 komentar:

  1. Saat Allah mengujiku dengan penyakit aku sabar ikhlas dan istiqfar

    BalasHapus
  2. Terima kasih bu Kanjeng yang baik hati

    BalasHapus
  3. Ya Allah perjuangan yg sangat berat melawan covid - 19. Alhamdulillah sekarang sehat ya?.


    Jangan ke dukun lah. Jika sesuatu diserahkan yg bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya. Hadits Nabi. Makanya Allah sudah memetak-2 hamba Nya dlm suatu keahlian.


    Jika sakit ya hubungani dokter jangan ke dukun... sejauh mana dukun bisa menahani.


    Ok sahabat panjang isi blognya tapi senang saya membacanya.
    Tetap sehat d Semangat good luck. Allsh selalu melindungi kuta semua.

    BalasHapus
  4. Pakai terapi pijetnya dokter sajalah. Ada kok alatnya.

    BalasHapus