Tadi pagi saya ke Surabaya untuk keperluan kedinasan. Berangkat dari rumah sejak habis subuh pukul 04.20 WIB. Saya diantarkan senior saya Abah HM Syaikur (HMS). Beliau Oktober ini memasuki masa purna tugas dari KS SMP1 Kawedanan. Tapi masih tampak sehat, senyumnya masih renyah seperti dulu, candanya masih segar. Saya kagum senior saya yang satu ini hatinya baik , dermawan dan pandai menyesuaikan diri dalam pergaulan di kalangan manapun. Ini yang perlu kita adopsi dalam menapaki garis kehidupan seorang leader.
Sepanjang perjalanan kami lihat hijaunya tumbuhan di sekitar jalan tol, yang digagas Bapak Jokowi ini. Jalannya halus mulus hingga mobil yang saya tumpangi melaju kencang mencapai kecepatan 140 km/jam.
Sesampainya di jalan A. Yani kami mengamati sekeliling jalan yang dipadatai dengan tanaman hijau bunga bunga yang tumbuh subur. Sepanjang jalan juga kelihatan bersih, padahal tidak kami jumpai seorangpun yang sedang menyapu atau bersih bersih.
Tentang bau juga begitu, tidak ada bau tak sedap di sepanjang jalan, daerah, atau lokasi. Tahun 86 kita dapati selokan selokan tidak bersih, baunya tak sedap, ada pesing, ada comberan.
Pernah saya mengikuti kegiatan MENWA, kami disuruh jalan lewat parit kadang ada airnya kadang ada sampahnya, dan tak sengaja sepatuku menginjak bangkai tikus got yang sudah ada set nya. Perut saya langsung mual, rasanya mau muntah.
Tapi itu dulu, sekarang betul betul berubah 180 derajat. Ketika bu Risma baru menjadi walikota sungai sungai di keruk limbahnya, sehingga bersih, àir mengalir sampai ke laut.
Tentang bersihnya jalan jalan itu saya berpikir, ini kapan membersihkannya, bagaimana cara petugasnya bergerak, dan penggeraknya pasti orang hebat. Juga terus berpikir bagaimana ini semua bisa terjadi di sekolahku. Ya...., kami sudah melakukan menanam nanam, menghias hias, berbenah benah, merapikan, membersihkan , merehab, membangun. Tapi masih belum seperti Surabaya.
Bu Risma perlu 10 tahun untuk menjadikan Surabaya seperti sekarang, saya baru 1,5 tahun di sekolah yang baru. Tapi saya terus semangat minimal menjadikan sekolahku lebih baik dari sebelumnya yang sudah baik. Syukur lebih dari itu. Saya menamakan itu capaian seorang kepala sekolah.
Memang itu semua perlu dana yang tidak sedikit, tapi yang lebih penting lagi minset. Membangun minset sama saja dengan membangun peradaban, membangun kesadaran untuk mewujudkan kehidupan masa depan yang lebih baik. Walaupun kadangkala ada yang tidak suka. Itu adalah kendala, hambatan, rintangan yang harus direduksi seperti sungai yang mengalir, kemudian ada sampah sampah yang terhenti, berserak, maka perlu dibersihkan agar aliran sungai dapat mengalir deras dan bersih.
Saya diajak makan siang di depot soto Wawan, soto madura dengan aura cita rasa yang berbeda kekhasannya. Satu porsi Rp. 27.000, satu piring nasi putih dan semangkok sayur soto dengan daging sapi yang dipotong sebesar ibu jari orang dewasa, tapi empuk dan mak nyusss.
Waktu saya kuliah setiap hari sarapan saya soto madura Cak Samsul, yang selalu mangkal di depan pondok kami. Waktu itu tahun 88 semangkok dengan harga Rp.300,-
Murah sekali. Benar benar harga mahasiswa, Mahasiswa IKIP.
Cak Samsul hatinya baik, kalau kami nggak punya uang, ngutang juga boleh. Tapi tak pernah saya lakukan itu, uang jatah dari Ibuku sudah cukup, walaupun tidak berlebih. Saya dapat amalan dari Kyai pondok, agar rejeki orang tua lancar, bacalah surat al Waqi'ah, setiap hari. Itu saya amalkan terus sampai saya hapal surat ke 56 sebanyak 96 ayat dalam 4 halaman itu. Sehingga rezeki Bapakku bisa lancar dan cukup. Wallohu a'lam.
Magetan, 21 Oktober 2020.
Menginspirasi betul perubahan tidak bisa terjadi scr instan perlu suatu perjuangan. Perubahan yg instan adalah mutlak kerusakan . Selamat
BalasHapusterima kasih Pak Pri
BalasHapus