Sabtu, 17 Oktober 2020

Tilik simbah

sumber ilustrasi: dokumen  pribadi

Cerita ini tidak serem seperti  cerita  tilik bu Lurah, biasa saja  datar, sedatar  jalan yang kami tempuh  selama  25 menit.

Udara panas, ac mobilku  tak terasa dingin sama sekali, pada hal kemarin baru diisi freon. Ya... memang mobil  tua, yang penting tidak macet, mengantarkan  kami sampai  tujuan.

Bersama Diar, istrinya, dan umi. 4 orang, si kecil  Hindun tidak ikut,  ada acara membuat  film  tugas  sekolahnya. Anak-anak  itu  kalau  sudah besar  sulit  untuk  diajak acara  bersama,  karena sudah punya  kesibukan  sendiri sendiri. 
Dalam perjalanan, macet  ketika  melewati  pasar paing, Barat. 

Pasar  tempat  jualan  hewan,  mulai dari sapi, kambing,  kelinci,  ayam, sampai berbagai jenis burung. Kalau punya uang banyak  membeli sapi, kalau tidak cukup membeli kambing, kalau  tidak cukup belilah ayam atau kelinci  atau burung. Atau kalau  tidak punya uang sekedar liat  liat barang barang yang diperjual belikan.  Akhirnya  fungsi  paingan  tidak saja  untuk transaksi ekonomi  tapi  juga hiburan.

Saya dulu diajak ke pasar ini oleh  Bapak saya, saya disuruh memilih sapi  yang saya suka. Sàpi betina agar nanti bisa beranak pinak berkembang  banyak. Saya pilih yang gemuk, badanya halus, kulitnya putih  bersih.
Ternyata  sapi yang saya pilih  ini hamil  muda,  akhirnya  5 bulan sudah beranak. 
Pilihanku tepat, membawa keberuntungan. 

Tak terasa sudah sampai pasar Barat , pasar kebanggaan warga Barat  dan sekitarnya. Dulu tahun  93 kalau hari minggu  macet  di pasar  ini,  lebih lebih di hari pasaran. Wage ramainya  luar  biasa. Jalan-jalan  macet karena banyaknya  pedagang kaki  lima  yang memenuhi  sepanjang jalan. 
Paingan, Wagen, Kliwonan, adalah pasarnya  laki laki. Uangnya  lebih banyak  dari pada  pasar Ibu ibu. Seorang  pedagang sapi besar,  uangnya bisa milyaran, kalau pak tani  mau beli sapi  minimal harus bawa uang 15 juta.
Kalau jaman dulu semua transaksi dengan uang tunai "kes". Kalau sekarang  mungkin  bisa transfer  sehingga tidak perlu  bawa  uang  tunai.

Sampai  di rumah  simbah,  kami sungkem,  alhamdulillah  beliau  sehat semua  diusia  tua hingga  masih bisa menyaksikan  cucunya  ketika jadi manten. Luar biasa.  

Simbah menjelaskan  saudara saudaranya yang ini yang itu  dan sebagainya. Juga tak lupa terselipkan nasihat  untuk  Diar  dan Intan agar  rumah tangganya sakinah mawaddah  warohmah. 

Simbah  memang pintar bercerita, disaat  beliau  bercerita  saya hanya menulis saja sambil  sesekali  bertanya  , atau  menganggukkan  kepala  mengiyakan. 

"Keturunan mbahyut mu itu  yang berpendidikan tertinggi  adalah  pak Ibnu,  sampai S3 dan sekarang sudah Profesor, di Malang sana". Terang simbah serius. "Bukunya  banyak bahasa Inggris semua,  saya nggak bisa  baca", Lanjut dia.

Barang kali  ini inspirasi  biar  ada diantara  keturunan  kami  nanti  ada yang berpendidikan  tinggi  sampi  S3. Saya mengamini  saja dalam hati. 

Saya melirik arloji,  sudah menunjukkan pukul  11.30. Pas yang beli  rujak cingur kesukaanku  pulang,  pas saatnya  bersantap siang di desa Klagen,  desa  tempat  simbah  menikmati  masa pensiun  sambil bertani semampunya.

Simbah  dulu  guru agama di SD Panggung,  pensiun  14 tahun yang lalu, alhamdulillah  ketika pensiun bisa menunaikan ibadah haji ke tanah suci  bersama simbah putri.  
Semoga  anak cucunya  besuk  bisa naik haji semua. 

"Kalau  mbah yutmu  dulu mondok  di Tebu Ireng  Jombang,  sampai  Joko tua, kemudian toriqohnya  Satoriyah Tegalrejo", jelas  mbah Kung. Kami mendengarkan dengan baik.

"Kamu besuk  kalau  sudah  waktunya , ikut lah toriqoh  Tegalrejo   supaya  urut  runtut  mulai  dari  Mbahyut,  sampai  Aku, sampai  Bapakmu,  sampai  sak anak keturunanmu", lanjutnya. Ceritanya  banyak,  dulu pernah diceritakan ke saya tapi belum lengkap.

"Mbahyutmu dulu  ketika perjaka pernah bertapa ngluweng selama  40 hari. Kakinya  dicelupkan di air genthong,  sampai selesai".


Masih cerita simbah, mbak yutmu kalau  mau ada perampok  tahu,  perampoknya disuruh pergi, kemudian aman.
Tidak  itu  saja  bisa melihat  lewat  soroting dimar, bahkan ketika akan meninggal  beliau  tahu,  memberi perlambang pada mbahyut putri. Besuk pagi disuruh beli ikan kerbau, suruh masak  yang lunak.
Kemudian besoknya meninggal  dan disembelihkan kerbau  untuk  dibagi bagikan kepada yang takjiah. 
Semoga arwah beliau  diampuni dosanya  diterima  amalnya  dan ditempatkan  di surgaNya.  Aamiin.  

Magetan,  18 Oktober  2020



















5 komentar: