Senin, 12 Oktober 2020

Pernikahan putraku Diliar dan Intan Auliya Rani

sumber ilustrasi: dikumen  pribadi 

Sejak sore  sudah saya persiapkan apa yang harus saya bawa ke Trenggalek,  mulai seserahan,  sampai  dengan siapa  saja yang ikut  dalam  perjalanan  menuju  kota dimana calon menantuku  dilahirkan.

Trenggalek  adalah kota yang tidak asing lagi bagiku,  tahun 86 ketika saya kuliah  di Surabaya, saya bertemu dengan mas Kholis Ridwan, rumahnya  Trenggalek,  ketepatan  kecamatanya  Durenan,  sama dengan besan saya pak Martoyo  ini.

Bahkan  teman saya satu kelas yang rumahnya  Trenggalek  itu ada  3 orang, mbak Emi Sutiyani, mas Saini dan mas Suwarno. Ke tiga tiganya  menjadi konselor  di SMP tempat kelahirannya  ini. 

Keesokan harinya  selepas subuh  hari  yang ditunggu tunggu itu  tiba sudah,  pukul 05.30, saudaraku  dan tetanggaku  yang saya ajak ke Trenggalek sudah datang,  kemudian sarapan bersama  dengan nasi pecel kas Magetan,  ditambah lauknya  ayam panggang.  

Pukul 06.30 kami berangkat  menyusuri  sepanjang jalan  yang indah,  dengan 5 mobil untuk 18 penumpang. Pengiringnya tidak banyak,  karena masa pandemi.

Pukul 09.00 kami tiba di lokasi, kami diterima dengan baik,  ramah dan penuh  senyuman.
Bahwa  orang-orang  Trenggalek  ramah,  itu  tak  terbatah lagi , tidak saja ramah  tapi juga santun.  Mulai dari ke tiga temanku  itu sampai  tadi kami diterima dengan baik  oleh  Pak Martoyo beserta  keluarga besarnya.

Setelah duduk beberapa saat  pak Naib datang bersama pak modin yang akan melangsungkan akad nikahnya anak kami.  
Saya menyaksikan dari belakang,  pak naib  membisikkan kata  kata  kepada anak saya, apa yang mesti diucapkan ketika  pak naib  selesai  melafadzkan kata kata pernikahan.  Setelah lancar  kemudian  dilaksanakan pernikahannya.  Semua  peralatan sudah siap. 
"Saya terima  nikahnya Intan Auliyarani putri  Bapak Martoyo  dengan mas kawin seperangkat alat sholat,  perhiasan dan uang sejumlah  2.200.000 dibayar  tunai". Ucap  anak saya  pada  saat pernikahan sambil tangannya  masih  bersalaman dengan pak Naib, tidak grogi  tidak dredek,  malah yang dredeg saya, khawatir  kalau  tidak lancar.

Alhamdulillah,  lancar sekali,  hebat luar  biasa.
 "Bagaimna  bapak  ibu semua, sah?" Kata pak Naib sambil  menoleh kiri kanan  melihat reàksi seluruh  yang hadir. 
Seluruh  yang hadir  menjawab spontan,  "sah".

Pernikahan disaksikan sekitar  30 orang,  semua berharap  pernikahan anak kami lancar,  merekalah orang-orang  iklas  yang dengan tulus  mendoakan  kami semuanya.  
Mereka  adalah kerabat  dekat  Bapak Martoyo  dan saudara saudara saya dari Magetan.  
Kemudian kami dipersilahkan  menikmati  sajian prasmanan yang ditata dan dipersiapkan  dengan baik.  Kami menikmati  hidangan  dengan senang hati,  sebagai ungkapan syukur  atas pernikahan  anak kami ini.

Kami belum bisa mengundang saudara, sahabat  dan andai tolan untuk berbagi kebahagiaan, karena masa pandemi. 

Setelah itu  diadakan  acara sambutan dari kedua  keluarga. Dari Magetan  diwakili  Bapak Subairi,  saudara dan  senior  saya di MKKS. Sambutan  luar  biasa  teteh,  jelas lengkap  bahkan sesekali  dibumbui  dengan humor.  Menambah menariknya  sambutan.

Acara berakhir  pukul 11.30. Kemudian kami pamit pulang, aneh bin ajaibnya  sejak perjalanan berangkat hingga pulang  kami dipayungi dengan mendung membuat  kami tidak merasa panas dalam perjalanan. 
Barokallohulaka wabaroka alaika wajama'a bainakuma fii khoir.  
Selamat ya Lee, nduk,  semoga keluargamu senantiasa  sakinah  mawaddah warohmah.  Jangan lupa rajin sholat  lima waktu,  berpegang  teguh pada nasihat  agama dan patuh pada orang tua. 
Kalau  ada masalah  selesaikan berdua yang sebaik baiknya,  saya yakin kamu berdua  mampu,  kamu berdua  anak-anak  hebat  kebanggaan  orang tua.
Doa  kami  selalu  menyertai kalian berdua

Magetan,  12 Oktober  2020








Tidak ada komentar:

Posting Komentar