Sabtu, 27 Maret 2021

Ziarah leluhur, tradisi orang NU yang perlu dilestarikan

Dua hari yang lalu saya di WA Mbah Yai Gun. Sebelumnya  saya agak terkejut  mendapatkan WA ini, karena baru pertama kali sejak saya satu tahun menjadi  santrinya. 

"assalamu 'alaikum wr wb.p Parno jama'ah thorikoh bade ziarah dateng pacitan leluhuripun eyang H 'Abdurrohman menawi bade nderek monggo mbenjeng dinten ahad tgl 28 meniko wassalamu 'alaikum wr wb."Tulisnya di WA.

"Waalaikum  salam  matur  sembah  nuwun  Yi informasinioun.
Nggih Yi nderek,  jam pinten Yi?" Tanyaku.

"mangke mlempak bakdo subuh," Jawabnya.
Nggih Yi ngestoaken  dawuh

Selepas subuh saya berangkat  bertiga, Aku , umi dan mbah Kung. Sebenarnya  mengajak mbah Ti juga sambil  kota kota.
Kami akan menuju  Pacitan  ziarah  makam mbah Kyai Ngaliman, adalah ayah Kyai Ahmadiyo. Dimakamkan di Desa Menadi Kec. Pacitan. 
Di desa ini  diperkirakan  tempat  kelahiran  Kyai Abdurrohman. Beliau  kemudian mondok  di Surabaya,  di Ngampel. 
Ketika berangkat  mondok  itu  membawa bekal   nasi karak.  Kemudian mampir  di pamannya yang tinggal  di Bayem Taman Madiun.  

Oleh pamannya  sangunya  diganti "sruwo", yaitu sodo  daun blarak pohon aren. Sodo atau sruwo itu diruncingkan  untuk  menulis.  
Menulisnya  dikulit binatang.   

Menurut  Kyai Gun, tulisan  mbah Abdurrohman  itu   baik sekali. Tulisan "Bayanulloh", itu baik sekali. Tulisan tangan langsung.  

Pukul 09.30 kami sampai di   tujuan. Kemudian membaca  tahlil  di makam ini  dan doa bersama  hingga selesai  pukul  11. 
Kemudian kami melanjutkan perjalanan  menuju makam Kanjeng  Jimat  yang dipercaya  sebagai  Bupati  pertama  Pacitan  yang merupakan  Kakek buyut  Kyai Abdurrohman.  
Jalannya menanjak ada beberapa  mobil  didepan kami  tidak kuat,  terpaksa  harus diganjal. Dengan berbagai  upaya akhirnya  sampai  di tempat  parkir. 

Dari tempat parkir  harus berjalan lagi 100 m dan menanjak.  Kalau kondisi tubuh tidak sehat  betul-betul,  pasti tidak kuat. Alhamdulillah  aku kuat. Sehingga  visa ikut  doa bersama di makam Kanjeng Djimat.


Kanjeng  Jimat  adalah putra Kyai Rendeng  atau bagus Margono  yang merupakan  putra Prabu Siliwangi  dari Pajajaran. Yang makamnya  di Kincang.

Aku berpikir,  orang-orang  hebat jaman dahulu  itu  karena mereka  telah berbuat  banyak  dalam kebaikan di jamanya,  merka punya jejak karya. Yang kedua  "bentur tapane", artinya  mereka  suka "tirakat".

Anganku  menghayal,  ketika  Kyai Abdurrohman  muda berangkat  mondok  di Surabaya  itu dulu  naik apa  ya, kalau  perjalanan  kaki, berapa hari?, trus kondisi  jalannya  pasti  belum di aspal halus seperti  sekarang. 

Hal ini pernah aku diskusikan  dengan Kyai Gun. Jawab beliau,  mungkin "mencolot  tanpa cuthang". Artinya  perjalanan  dengan ilmu  tertentu  sehingga dalam waktu  singkat  sudah  sampai  di tempat.

Kalau menurut  mbah Kung, mertuaku,  " mungkin dengan aji sepi angin,  sehingga  bisa lari cepat  di angkasa seperti yang kita saksikan di film  itu.

Yang jelas aku kagum.  Luar biasa. 

Di makam Kanjeng Djimat  juga membaca tahlil  yang dipimpin  Gus Ridho,  Pimpinan  Pondok  Tegalrejo.  Masih muda, tapi gelarnya  sudah Lc, M.PdI. 

Gus Ridho sejak  lulus TK sudah pergi mondok,  hingga  lulus dari Mesir. Sehingga  bahasa Arabnya  bagus  sekali. 

Anak Kyai itu  usia 6 tahun harus mondok, hidup  mandiri,  lepas dari kasih sayang  orang tua.  Itulah bentuk  tirakat,  bentur  tapane  di jaman sekarang.

Demikian  catatan hari  ini semoga ada manfaatnya.  

Magetan,  28 Maret  2021








10 komentar:

  1. Huwaa aku ora ngerti bahasa Jawa. Dikit Bae ngertine. Hehehe

    Suami Ditta juga aktif di berbagai kegiatan NU meski bukan pengurus. Pernah ziarah juga ke Cirebon bareng jamaah se-RW. Seru. Nambah ilmu nambah iman insya Allah. Belajar dari ulama terdahulu.

    👍🏻

    BalasHapus
  2. bertemu kyai selalu teduh di hati, semoga tradisi nu ini selalu estari

    BalasHapus
  3. Assalamualaikum....semoga tradisi mondok dapat diikuti anak anak kita sebagaimana kata Kang Suparno bentuk tirakat zaman sekarang sehingga anak anak memiliki ilmu yg dapat menyelamatkan diri dunia akhirat. Aamiin

    BalasHapus
  4. Balasan
    1. betul mas Doktor , tambah ayem dan teringat amalan orang-orang dahulu sehingga sampai sekarang masih dikenang

      Hapus
  5. Menjelang puasa banyak yah ziarah di sini juga, semoga dg berziarah kita bisa selalu ingat akan kematian

    BalasHapus