Ini sebuah catatan perjalanan temanku, Dr. Sugeng Hariyanto,M.Pd, seorang dosen di Polinema Malang.
Untuk membuat tulisan ini saya kemarin gagal. Kehilangan file, padahal sudah hampir selesai. Entah kemarin menyentuh apa hingga menyebabkan tulisanku hilang.
Tapi aku pantang menyerah, kuulangi lagi pagi ini dan alhamdullilah selesai.
Mengapa saya tuliskan di sini (blog)? Rasanya eman, beliau menuliskan di wa bersusah payah, tapi hanya dibaca sekali, kemudian di hapus, hilang sudah.
Menulis itu butuh perjuangan, pengorbanan, ketekunan, ketelitian dan kesabaran.
Hanya sesama penulis yang bisa merasakan dan mengapresiasi sebuah tulisan dengan mendekati tepat.
Baik kita mulai ya.
Begini ceritanya;
*Mengudara di Kapadokia*
Kemarin malam penulis asli Magetan desa Sugihrejo Kec. Kawedanan ini melihat film semi dokumenter, "Jalur Sutra" yang melewati kapadokia. Lalu, Dia ingat cerita ini.
Rekan, pada kesempatan ini Alumni SPG N Magetan tahun 86 ini akan cerita tentang Kapadokia, tanah kuno keajaiban, di Turki. Mungkin kita bertanya, kenapa Dia menyebutnya keajaiban alam?
Oke biar lebih enak biar mas Sugeng sendiri yang bercerita. Silahkan mas Sugeng.
Daerah Kapadokia sudah menjadi pusat pemerintahan yang tangguh di zaman perunggu (bronze age). Zaman Perunggu adalah zaman setelah Zaman Batu dan sebelum Zaman Besi, Ini adalah periode perkembangan peradaban yang ditandai dengan penggunaan teknik melebur tembaga dan membuat perunggu. Seperti yang terjadi di mana-mana dan di setiap kurun waktu, kerajaan besar muncul dan tumbang sebagai pelajaran bagi manusia pada umumnya. Kapadokia kemudian dikuasai Persi, dan setelah itu diserbu Iskandar Agung dari Makedonia. Setelah itu berada di bawah pemerintahan Romawi, lalu Bizantium, kemudian, di bawah Dinasti Seljuk, Turki Usmani, akhirnya Turki Modern. Dengan sejarah panjangnya tentu banyak yang diceritakan. Namun, Dia sekarang hanya akan cerita tentang pemandangannya yang luar biasa dan naik balon udara panas saja.
Jarum merah itu letak area Kapadokia.👆
Pemandangan Kapadokia unik karena di sana ada 'gunung-gunung' yang mengerucut dan orang-orang zaman dulu membuat rumah dengan menggali gunung 'batu' tersebut.
Kata 'gunung' dan 'batu' memang aku kasih tanda kutip karena ada alasan tersendiri. Gunung biasanya terbentuk apabila dua atau beberapa lempeng bumi bergerak dan menabrak satu sama lain, sehingga bagian yang berbenturan itu mencuat ke permukaan bumi, lalu terbentuklah gunung. Tapi 'gunung' di Kapadokia malah terbentuk dari tumpukan abu volkanik dari letusan dahsyat gunung lainnya.
Tumpukan abu vulkanik ini lama-lama memadat menjadi seperti batu. Saat angin kuat berhembus, dalam waktu yang lama, terbuat pula bentuk-bentuk yang membuat kita ternganga.
Dulu, saat agama Nasrani belum diterima oleh Romawi, penganut agama Nasrani dikejar-kerja parajurit kerajaan. Mereka bersembunyi di sekitar sini.
Di sini mereka membuat rumah di perut gunung dan juga di bawah tanah. Mereka juga membuat gereja di perut gunung ini.
Bentuknya seperti stalaktit.
Bagi yang pernah berkunjung ke gua Gong Pacitan bisa membayangkan.
Iya. Stalagtit dan stalagmit terbentuk dari cairan yang menetes. Ini tumpukan abu volkanik purba.
Jika gambar itu diperbesar, maka akan tampak kotak-kotak jendela atau pintu rumah.
Sekarang bahkan ada hotel yang dibangun dengan cara begitu.
Berikut beberapa gambar yang kuambil dari dalam gereja dalam perut gunung itu.
eh, maksudku pintu masuk gereja.
Di dalam sana ada banyak lukisan dengan warna alami. Dan itu mungkin dari abad pertama Masehi. aku tidak ingat.
Di beberapa tempat gambar tidak boleh difoto pakai blits.
Hehehehe. Kang Met ngawur.
Itu jika tidak salah gambar Jesus didampingi malaikat, mungkin. DI lengkungan itu ada searan Santa (mungkin) memegang salib besar.
Itu aku diam-diam ambil gambar saat penjaga tidak tahu :)
Lanjut ...
Kami terus berjalan, dan agak kaget juga di situ ada makam. Tepatnya bekas makam. Aku lalu ingat kebiasaan di Indonesia. Wali dikubur dekat masjid (ampel), kyai dikubur di lokasi pesanternnya. dsb. dsb. Mungkin pemikirannya sama. Orang-orang suci merasa nyaman di area yang suci.
Aku tidak bisa menjawab apabila ditanya itu kerangka asli atau bukan. Guidenya sedang tidak di dekatku.
Kia jalan terus, dan akan sampai tempat orang-orang berkumpul untuk sama-sama menghangatkan diri di musim dingin.
Sebesar apa boss...kira kira tingginya berapa...tu kerangka
Lebih tinggi dari ukuran orang Indonesia.
Hal semacam ini aku jumpai juga di Aya Sofia. Yang di Aya Sofia tidak ada kerangkanya.
kita masuk ke ruangan ini perhatiakan hiasan yang ada, itu warna alami dan sudah berumur ribuan tahun
Kurang puas jawabane..kira kira berapa meter
Aku terus-terang tidak bisa jawab. Mungkin dua meter kurang dikit.
Ya sudah normal.
Zaman Nabi Isa rak ya setelah Yunani dan berhimpitan karo Romawi.
Ingat, semua tadi berada di dalam perut gunung tadi.
Ini ada di daerah Goreme, Kapadokia. Ayo keluar, dan lihat ke arah sana.
Ayo kita menuju rumah di dalam tanah. Rumah-rumah dan gerjea yang tampak tadi ada di atas tanah, di dalam gunung. Sekarang kita ke rumah di dalam tanah.
Inilah pintu masuk ke rumah dalam tanah itu. Yang seperti paving di atas itu adalah tambahan sekarang untuk melindungi. Aslinya ya tidak ada. Kan untuk bersembunyi.
Di dalam ini tidak hanya dihuni satu keluarga, tapi oleh banyak keluarga. Di area ini ada banyak rumah bawah tanah. Yang kita masuki ini bukan yang paling besar.
Ayo masuk.
(bayar tiket dulu, ya)
Jalan terus ya.
Lewar jalan ini sekitar satu meter.
Tingginya sekitar dua meter.
Ya, semakin gelap ke dalam. Tapi ada lampu di sana.
Kita sampai di ruang pertama. Ini dapur. Masih ada dapur seperti dapurnya simbok yang dari tanah itu.
Kita jalan yuk.
Bukan gudang, tapi semacam lumbung.
Di sini tersimpan hasil bahan makan dan sejenisnya.
Seperti di lingkungan kita, selalu ada langgar atau mushala. Di depan itu ada gereja kecil.
Orang zaman dulu sudah memikirkan sirkulasi udara. Maka dibuatkan lubang udara juga.
Ada kemungkinan musuh mengejar sampai ke dalam juga kan? Ngeri ya. Oleh karena itu mereka memasang pintu geser yang kuat.
Yang bundar itu bukan donat batu. Itu adalah pintu. Pintu bundar digelindingkan ke jalan tadi untuk menutupnya jika dirasa perlu.
Mereka jagongan di ruang keluarga, dan wow ... di sana ernyata ada sumber air.
Di sebelah kiri atas ada lubang ventilasi.
Dan cahaya terang kelihatan dari pintu yang dibuka itu. Berarti kita akan kular rumah melalui pintu lainnya.
Terus jalan, ya.
Siapkan kata mata hitam, karena kita akan keluar dari rumah perut bumi. Cuaca sedang terik di luar.
Tra..raaa
Eh, itu ada anak jual tissue.
"Yah, aku ke anak itu, ya?"
"Oke, tapi jangan lupa beli tisunya."
Tapi di dalam gelap. Begitu keluar udara segini terang. Menyilaukan, ayo pakai kaca mata hitammu.
Kita tunggu teman-teman, terus makan siang di restoran di dalam gunung ya.
Bungkuskan Yo prof
(Di sini waktunya shalat maghrib. nanti saya lanjutkan penggal kedua, yaitu terbang di angkasa kapadokia.)
Luar biasa. Selamat mengeksplorasi dunia kawan, aku hanya bisa melihat dari buku.
Katanya buku adalah jendeka untuk melihat dunia.
Magetan, 17 Januari 2021
Terima kasih, silahkan memberikan komentar
BalasHapusTerima kasih, Mas KS.
BalasHapusSama sama mas Doktor
BalasHapus