"assalamu 'alaikum wr wb.p Parno jama'ah thorikoh bade ziarah dateng pacitan leluhuripun eyang H 'Abdurrohman menawi bade nderek monggo mbenjeng dinten ahad tgl 28 meniko wassalamu 'alaikum wr wb."Tulisnya di WA.
"Waalaikum salam matur sembah nuwun Yi informasinioun.
Nggih Yi nderek, jam pinten Yi?" Tanyaku.
"mangke mlempak bakdo subuh," Jawabnya.
Nggih Yi ngestoaken dawuh
Selepas subuh saya berangkat bertiga, Aku , umi dan mbah Kung. Sebenarnya mengajak mbah Ti juga sambil kota kota.
Kami akan menuju Pacitan ziarah makam mbah Kyai Ngaliman, adalah ayah Kyai Ahmadiyo. Dimakamkan di Desa Menadi Kec. Pacitan.
Di desa ini diperkirakan tempat kelahiran Kyai Abdurrohman. Beliau kemudian mondok di Surabaya, di Ngampel.
Ketika berangkat mondok itu membawa bekal nasi karak. Kemudian mampir di pamannya yang tinggal di Bayem Taman Madiun.
Oleh pamannya sangunya diganti "sruwo", yaitu sodo daun blarak pohon aren. Sodo atau sruwo itu diruncingkan untuk menulis.
Menulisnya dikulit binatang.
Menurut Kyai Gun, tulisan mbah Abdurrohman itu baik sekali. Tulisan "Bayanulloh", itu baik sekali. Tulisan tangan langsung.
Pukul 09.30 kami sampai di tujuan. Kemudian membaca tahlil di makam ini dan doa bersama hingga selesai pukul 11.
Kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju makam Kanjeng Jimat yang dipercaya sebagai Bupati pertama Pacitan yang merupakan Kakek buyut Kyai Abdurrohman.
Jalannya menanjak ada beberapa mobil didepan kami tidak kuat, terpaksa harus diganjal. Dengan berbagai upaya akhirnya sampai di tempat parkir.
Dari tempat parkir harus berjalan lagi 100 m dan menanjak. Kalau kondisi tubuh tidak sehat betul-betul, pasti tidak kuat. Alhamdulillah aku kuat. Sehingga visa ikut doa bersama di makam Kanjeng Djimat.
Kanjeng Jimat adalah putra Kyai Rendeng atau bagus Margono yang merupakan putra Prabu Siliwangi dari Pajajaran. Yang makamnya di Kincang.
Aku berpikir, orang-orang hebat jaman dahulu itu karena mereka telah berbuat banyak dalam kebaikan di jamanya, merka punya jejak karya. Yang kedua "bentur tapane", artinya mereka suka "tirakat".
Anganku menghayal, ketika Kyai Abdurrohman muda berangkat mondok di Surabaya itu dulu naik apa ya, kalau perjalanan kaki, berapa hari?, trus kondisi jalannya pasti belum di aspal halus seperti sekarang.
Hal ini pernah aku diskusikan dengan Kyai Gun. Jawab beliau, mungkin "mencolot tanpa cuthang". Artinya perjalanan dengan ilmu tertentu sehingga dalam waktu singkat sudah sampai di tempat.
Kalau menurut mbah Kung, mertuaku, " mungkin dengan aji sepi angin, sehingga bisa lari cepat di angkasa seperti yang kita saksikan di film itu.
Yang jelas aku kagum. Luar biasa.
Di makam Kanjeng Djimat juga membaca tahlil yang dipimpin Gus Ridho, Pimpinan Pondok Tegalrejo. Masih muda, tapi gelarnya sudah Lc, M.PdI.
Gus Ridho sejak lulus TK sudah pergi mondok, hingga lulus dari Mesir. Sehingga bahasa Arabnya bagus sekali.
Anak Kyai itu usia 6 tahun harus mondok, hidup mandiri, lepas dari kasih sayang orang tua. Itulah bentuk tirakat, bentur tapane di jaman sekarang.
Demikian catatan hari ini semoga ada manfaatnya.
Magetan, 28 Maret 2021
Huwaa aku ora ngerti bahasa Jawa. Dikit Bae ngertine. Hehehe
BalasHapusSuami Ditta juga aktif di berbagai kegiatan NU meski bukan pengurus. Pernah ziarah juga ke Cirebon bareng jamaah se-RW. Seru. Nambah ilmu nambah iman insya Allah. Belajar dari ulama terdahulu.
👍🏻
Terima kasih Ditta
HapusTerima kasih Ditta yang baik
BalasHapusbertemu kyai selalu teduh di hati, semoga tradisi nu ini selalu estari
BalasHapusTerima kasih Omjay
HapusAssalamualaikum....semoga tradisi mondok dapat diikuti anak anak kita sebagaimana kata Kang Suparno bentuk tirakat zaman sekarang sehingga anak anak memiliki ilmu yg dapat menyelamatkan diri dunia akhirat. Aamiin
BalasHapusTerima kasih om
BalasHapusZiarah untuk merawat ruang batin.
BalasHapusbetul mas Doktor , tambah ayem dan teringat amalan orang-orang dahulu sehingga sampai sekarang masih dikenang
HapusMenjelang puasa banyak yah ziarah di sini juga, semoga dg berziarah kita bisa selalu ingat akan kematian
BalasHapus