Rabu, 19 Oktober 2022

Pak Teguh

Sekarang ke Borobudur  tidak bolih  naik Candi hingga  atas. Hanya diijinkan mengelilingi  pelataran Candi, kemudian Pulang. Pengunjung  harus mengeluarkan kocek 50.000. 

Setiap tahun biasanya  saya ke sana mendampingi  anak-anak studi tour. Hari ini saya ada zoom meeting koordinasi untuk  menentukan  lokakarya ke 8  Guru penggerak.  

Akhirnya  saya tidak bisa mengikuti  melihat  Candi Borobudur.  Ada seseorang  menawari  pijet. "Ngersakne pijet  Pak monggo supados mboten sayah, mboten batesi  Pak, sak leh maringi."

 Begitu seseorang paruh baya itu menawarkan jasanya. Orangnya sopan  , bahasanya  santun. Sambil menunggu  anak-anak  selesai menikmati indahnya karya  sejarah  ini, saya mendekati  seseoran itu. 

Sebuah tikar  digelar rapi di serambi mushola, saya diminta  tengkurap. Mulailah saya dipijat. Namanya Pak Teguh, sudah 20 tahun ini Dia menekuni  profesi ini. Anaknya 4 orang  sudah berkeluarga  semua. Bahkan 2 diantaranya  mengikuti  jejak ayahnya  menjadi tukang pijat yang bermangkal  sekitar mushola  pelataran Candi Borobudur. 

Pijatannya  enak, tidak keras tapi juga tidak ringan. Seluruh  kaki badan dan tanganku  dipijat  dengan urut berirama sambil bercerita ke sana  ke mari. 

Dia tahu kondisi Magetan, karena 14 tahun yang lalu Dia Jualan jeruk Pamelo  produk Magetan. Jeruknya manis  harganya murah. Entah mengapa usaha ini tidak berlanjut.  

Pak Teguh termasuk  kreatif dengan menjual jasa pijat  bisa menghidupi keluarganya. Yang kedua  Dia iklas berapapun orang memberi, Dia yakin  rejeki itu dari Allah  berapun disyukuri  insyaallah  berkah. 

Selesai  memijat, saya mengeluarkan  dompet  saya kasih 50.000. "Namung nyuwun tulung nggih Pak, nyuwun didongakne panjang yuawo tahun ngajeng kepanggih malih. 

Nggih Pak matur  nuwun, dongo dinongo  mugi pinaringan sehat yuswo panjang.

Selesai memijat saya sudah ada yang antri 2 orang  tampaknya  sudah berlangganan. Tapi minta dipijat anaknya.

Begitu seterusnya pekerjaan itu  dilakukan  terus menerus. Menurut  Pak Teguh  pengunjung  Candi berkurang  atau menurun dibandingkan  dulu sebelum corona.  Rejekinya juga menurun, tapi tetap  diayukuri  saja.

"Sampun Pak Teguh murid kulo sampun ketingal meniko, nglajengaken lampah  menapaki  jejak jejak sejarah."


Jogjakarta, 19 Oktober  2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar