Jumat, 18 Juni 2021

Lidah Mertua

Setelah ssumber ilustrasi : kamini.id 

Saya menikah  keluargaku  bertambah, saudaraku bertambah , Bapak Ibuku  bertambah. Yaitu  Bapak Ibu Mertua. Namanya pak Kasbi dan Bu Maini.  

Bapak seorang guru  MI, Ibu seorang ibu rumah tangga.  Beliau  termasuk type  orang yang pekerja keras. Disamping  sebagai  PNS beliau  juga menggarap sawah  walaupun tidak luas,  sekitar  0.5 hektare. 

Dalam tulisan ini  saya hanya menceritakan  sisi  positifnya saja,  bagaimana  ketika  kami  hidup  satu atap.

Rumah  beliau  termasuk  besar,  rumah Joglo,  rumah tradiaional  yang tengahnya menjulang  keatas. Di desa kami rumah Joglo  adalah  kebanggaan. Kami tinggal  di desa Klagen,  desa yang terkenal  sebagai lumbung  padinya  Magetan. 

Bapak  Ibu  mertuaku  memiliki  tabiat  yang berbeda  dengan  Bapak Ibuku  sendiri.  Bapak  Ibuku  tak banyak bicara. Tapi tidak dengan  Bapak Ibu  mertuaku.  Tapi semua yang dikatakan  positif  saja.

Seperti  "manten anyar"  pada umumnya  kebutuhan makan keseharian  ditanggung  Mertua,  gaji saya penuh. Akhirnya  saya gunakan  untuk  melanjutkan  kuliah  , mengambil  S1 di Wima  Madiun. Sebelumnya  saya alumni  D3 IKIP Surabaya lulus tahun 89 dan diangkat  tahun  92. 

Tahun  94 kami menikah,  tahun itu  juga  saya melanjutkan  kuliah. Istriku  malah belum lulus. Jadi  konsentrasi  kami  adalah  kuliah. 
"Pak saya masih ingin melanjutkan  kuliah." Kataku  pada suatu  waktu. 
" Iya gak papa,  malah Siti  barang  biar  transfer  S1, biar mungkur  nanti." Jawab Bapakku.  

Siti  adalah istriku,  saat itu  masih kuliah D3, kemudian transfer  S1 di IKIP  PGRI  Madiun. 

Hari-hari  selalu kami lalui dengan sibuk. Kalau  pagi kerja, kalau  sore kuliah,  saya yakin suatu  saat nanti  guru  SMP itu  harus S1. Daripada  besok  kami  sudah tua  disuruh  kuliah lagi  lebih baik,  sekarang  (1994) kami kuliah. Masih muda otak masih encer  tenaga  masih fit.

Dua tahun  saya menyelesaikan  S1, alhamdulillah  lulus terbaik. Saya mendapatkan  hadiah sebagai  wisudawan  terbaik.  Hati  saya berbunga-bunga bahagia  tak terlukiskan dengan kata-kata. Ini adalah  hadiah  akademik  kedua  setelah lulus dari IKIP  Surabaya.  Saat  itu  saya juga lulus terbaik sehingga  bisa diangkat  CPNS  lebih  awal  meninggalkan  13 temanku  yang lain.  

Selesai  kuliah S1, keuanganku  mulai sehat lagi.  Kami berfikir  tak mungkin selamanya  hidup menumpang  pada Mertua.  Saya malu  kalau ditanya  orang , " tinggal dimana?" "Tinggal di Pondok Mertua  Indah."
Apa kata dunia?

Maka kami merencanakam  membuat  rumah. Saya gambar  rumah sederhana saya tunjukkan  pada istriku. 
"Sayang  kita suatu  saat nanti akan membuat  rumah seperti  ini". Tanganku  menunjukkan  gambar  rumah  yang saya buat  dengan sederhana.  Istriku  merapat  padaku. Dari raut  wajahnya  saya tahu  , dia bahagia  sekali.  Wajahnya berseri  seri,  tampak lebih cantik  dari biasanya.  
"Wah indah sekali mas", Dia memandangiku  dengan penuh  tanda  tanya. Tidak  tahu  pertanyaan pertanyaan  apa dilubuk  hatinya   yang jelas Dia bahagia.  

Jadi menyenangkan  hati wanita  itu  mudah saja ternyata,  digambarkan  rumah dengan dijelaskan  ini untuk ruang tamu  , ini untuk  ruang keluarga,  yang ini  ruang tidur  anak-anak. Nah yang besar ini ruang  tidur kita. Begitu  saja hatinya sudah berbunga  bunga. 

Apalagi  dibangunkan  rumah sungguhan  pasti  merasa bahagia  tak terhingga. 
Cerita  mau membangun  rumah  akhirnya  sampai  ditelinga  Mertua.  Akhirnya  aku dipanggil. 
"Katanya  mau membuat  rumah?" Tanya  Bapak Mertuaku  sambil  menghidupkan  sebatang rokok gudang garam  Surya  yang sudah dijepit  kedua  bibirnya.  
"Inggih Bapak,   tapi baru rencana". Jawabku  sambil  menahan  malu. "Baru rencana  saja sudah heboh,  waduh malu  aku." Pikirku  dalam hati. 

"Kalau begitu  nanti  saya bantu  semua kusen -kusen  pintu  dan jendelanya."  Lanjut  Bapakku.
"Sudah ada Bapak? Jawabku sedikit  berbohong. Saya bermaksud  membuatnya  rumah itu mandiri tidak merepotkan  orang  tua.

Kemudian  untuk  menghapus kebohongan saya  itu, saya pinjam  BRI, kemudian  saya belikan kusen  pintu dan jendela. 

Tiga tahun  kemudian  saya dipanggil  Mertua  lagi. Saya datang bersama  istriku.  Sambil  menggendong  anak pertama  yang baru berumur  1 tahun. 
Hatiku  agak  nerves  , ada apa ini? 
Bersambung.......


1 komentar: