Sabtu, 23 Juli 2022

Warung Ijo mbak Eka

Pagi tadi istriku tidak memasak, kadang memang memanjakan diri, menikmati  liburan  sehari. Minggu.

Kemudian jam 06.00 mau pergi cari sarapan di desa kami. Ketika bermaksud  mengambil sepeda motor, teringat.  Motornya  di Bawa Diar, anak saya yang pertama,  digunakan untuk  kerja, yang hari itu dapat job  sound  sistem di Tawangrejo, Takeran.

Kemudian meminta saya  untuk  diantar pake mobil  sambil jalan  jalan  menikmati  indahnya suasana  pagi di sepanjang jalan Magetan. 

Yang di  tuju di desa Tamanan,  di pasar kecil  yang dikenal dengan pasar Ngranget. Ternyata  bakulnya  tidak jualan, karena tetangganya  mantu. 

"Di Magetan  saja pah (panggilan mesra  untuk saya) di dekatnya  almarhum  pak Joko, sambil jalan jalan."

Sesampainya  di sana  ternyata  tidak buka,  hanya kusaksikan banyak  deretan mobil di sepanjang  jalan Kawi itu. 

Nggak papa  mungkin tidak jodoh,  kemudian kami melaju  hingga  depan perpustakaan  Magetan.  Di sana kulihat banyak  ibu- ibu  berkurumun membeli nasi. 

"Lihat itu  ada penjual  nasi". Istriku tidak tahu. Menoleh  kekiri  baru tahu. 

Istriku membuka pintu mobil,  dan menghampiri  sebuah mobil elsa tahun lama, yang dimodif  seperti sebuah warung kecil. Catnya berwarna hijau. Makanya diberi nama "Warong Ijo."

Kreatif bener ini pemiliknya.  
"Sudah lama jualan di sini mbak?" tanyaku  menemani Istriku yang sedang pesan  nasi pecel. 

"Satu tahun pak." Jawabnya singkat  tapi sambil tersenyum. Dalam forum itu  tidak  ada tegur sapa  kecuali  sekadar  menyampaikan beli apa, berapa  dan jawaban  atas pertanyaan  itu.

"Namanya siapa mbak?"
"Saya Eka Pak."
"Dalemipun pundi?" Saya menyangka  ini orang jauh.
"KPR Kandang ayam pak"
"Oo, asli Magetan berarti". Kandang ayam itu sebuah perumahan  yang  tidak jauh dari terminal Magetan,  tepatnya  sebelah selatan terminal.

Bagi saya nasi pecelnya mbak Eka pas.  Pas di rasa, juga pas dikantong. Bayangkan  di Kota dengan Rp. 4000, anda  sudah dapat nasi pecel lauknya tempe goreng. 

Sudah kenyang,  porsinya  juga pas,  nasinya  empuk,  sambalnya  tidak terlalu asin. Yang aku tidak suka asin.
Warung  ini bisa menginspirasi  anak muda  yang belum punya pekerjaan,  dengan modal  yang tidak terlalu banyak  , tapi bisa digunakan  untuk  mencari sandang pangan .

Saya melihat ada yang menggoreng tempe , namanya mas Adit, seorang anak muda  yang tidak gengsi dengan pekerjaannya.  Yang penting halal,  Dia membantu mbak Eka dalam operasional Warung ijo.

"Ini bu sudah  selesai".
"Berapa mbak?"
"42.000."
"Terimakasih  mbak Eka."

Istriku pulang dengan membawa  6 bungkus nasi ditambah aneka gorengan.  Satu kresek penuh , hanya dengan Rp.42.000.
Kalau di restoran  itu  hanya untuk 1 orang. Tapi di warung ijo mbak Eka, cukup  membuat kenyang 6 orang keluargaku.

Magetan,  24 Juli  2022


8 komentar: