Pada hari selasa sambil memantau kegiatan MPLS saya duduk di ruang BK yang bersebelahan dengan ruang Lab Komputer. Di ruang Lab inilah kegiatan zoom meeting sebagai moda pembelajaran dilaksanakan.
Di setiap ruang ada rak buku yang diberi nama sudut literasi. Ternyata diantara buku di dekat saya duduk ini ada buku tulisan EMHA Ainun Najib yang dikenal dengan Cak Nun ini. Judul bukunya Cahaya Maha Cahaya.
Saya lihat tahun terbit pertamanya 1991, sedang buku ini terbitan ke 5 tahun 1993. Tidak tahu di tahun 2021 ini sudah cetakan yang keberapa. Sebuah hasil karya yang Luar biasa.
Cak Nun termasuk tokoh idola saya diwaktu muda. Saya mengikuti ceramahnya yang pertama kali di Masjid Al Falah Surabaya tahun 1987. Di tahun itu Cak Nun sudah berkeliling Indoneia mengisi ceramah ceramah, baik di bidang sastra maupun Agama.
Cak Nun adalah alumni Gontor, sehingga penguasaan agamanya luar biasa. Termasuk kumpulan sajak Cahaya Maha Cahaya ini juga di warnai pesan pesan agama.
Saya kutip salah satu sajak yang ada di buku ini;
Abadi Kerinduan
Abadi Kerinduan
Kepada yang selalu bukan
Nurani sendiri tak berpegang
Tuhan ngumpet di kebisuan.
Badan akan habis
Kucacah cacah sendiri
Namun suara itu terus nangis
Sampai lewat batas hari
Sampai segala yang ada
Dikirim waktu tanpa sisa
Kekasih tak jua ketemu
Padahal jelas sudah menyatu.
Sajak ini mengungkapkan kerinduan seorang hamba pada Tuhannya , Dia terus mencari dan mendekat pada Tuhan, tapi tak ketemu, setiap hari sholat menyembah Tuhan, tapi tak bisa khusuk , begitu terus sampai umurnya lebih dari 50 tahun tapi tetap saja tak bisa dekat dengan Tuhan , pada hal Tuhan itu dekat bahkan menyatu dengan dirinya.
Di bagian lain ada sajak yang berjudul "Kau Pandang Aku"
Kau pandang aku batu
Kau gempur dengan peluru
Padahal aku angin
Kau pandang aku badai
kau tahankan baja dan mantra
Padahal aku aku gunung membisu
Kau pandang aku raja
Kau tinggikan singgasana
Padahal aku pemabuk
....
Kau pandang aku boneka
Kau sandangkan sutera
Padahal aku jiwa
Kau pandang aku ruh perutusan
Kau ikut masuk hutan
Padahal aku gila.
Jadi seringkali kita itu salah menilai orang lain, sehingga salah juga dalam bersikap. Bahkan kadang bisa tersesat sesesat- sesatnya seperti ditengah hutan belantara. Sehingga tidak tahu jalan pulang.
Wallohu a'lam.
Magetan, 15 Juli 2021
Alhamdulillah
BalasHapus