Ini bukan Suharto Presiden ke 2 RI, tetapi Suharto sahabat saya lulusan SPG Magetan tahun 1986. Hanya saja namanya sama, barangkali bapaknya berharap kelak anak ini memiliki keberuntungan seperti pak Harto.
Selepas tamat dari SPG N Magetan, Pemuda yang aslinya Blaran Kecamatan Barat Kab Magetan ini merantau mengadu nasib ke negeri orang, nun jauh di sana di Kalimantan, dia tidak takut karena semasa SPG, kami dibekali disiplin ketat, belajar keras, hidup sederhana. Itulah keseharian kami.
Tanggal 15 Juli 1988 dia mendapat tugas mengajar di desa Sepoyu, Kec Delang Kab. Lamandau. Hari itu juga dia ingin berangkat dan mencari klotok (sebuah transportasi air seperti perahu )untuk berangkat. Saya bertanya kepada masyarkat yang ada di tepian sungai, mereka jarang yang tahu alamat yang dituju.
"Pak mohon ijin bertanya, desa Sepoyu, Kecamatan Delang itu di mana ya?" Tanya dia harap harap cemas. Bercampur aduk antara senang dan cemas. Senangnya karena sudah mendapatkan SK, cemasnya nanti lokasinya bagaimana, nanti murid muridnya seperti apa , masyarakatnya bagaimana. Terjadi diskusi tanya jawab dalam hatinya, semua jawabannya adalah ketidak tahuan dan ketidak pastian. "Sudah jalani saja saya yakin Allah akan menolongku." Suara hatinya.
"Saya tidak tahu pak," rata rata jawaban orang seperti itu.
Tiga hari dia mencari klotok tetapi tidak menemukan , kemudian hari keempat dia bertanya pada seseorang , dia mejelaskan
" Kalau mencari orag yang ke sana bapak cari orag laki laki yang menginang." Jelas orang ini. Hati dia agak tenang, ada titik temu untuk dia bisa berangkat ke sana.
Akhirnya dia berjalan ke hulu dan tidak jauh dari tempat tersebut tiba tiba muncul orang setengah baya yang menginang. Setelah bercenkrama akhirnya mereka ikut beliau.
Mereka beangkat pukul 15.00 sore. Dan di tengah perjalanan kipas klotok lepas. "Waduh bagaimana ini" Pengemudi klotok memberitahu ke kami.
"Pak maaf, kipasnya lepas, jangan sampai mengulurkan tangan keluar ya, takut ada buaya." Hatiku merasa cemas.
"Ya Allah di mana ini aku, tidak menyangka sampai di sini." Alhamdulillah
Akhirnya kami tetap di klotok semalam.
Pagi pagi mereka berankat. Sebelum berangkat mereka memasak dulu di tepi sungai. Dan itu mereka lakukan 5 hari 5 malam. Mereka siang berjalan dan malam tidur di tepi sungai tengah hutan beralaskan daun dañ kerikil sungai. Untung di SPG dulu juga ada pelajaran Pramuka. Pramuka adalah ekstra wajib waktu itu. Pramuka mengajarkan kami mandiri, berani, setia, tanggung jawab dll.
Suara kera ,wawa, burung hantu dan suara aneh lain mengiringi perjalanan mereka,
Setelah dipemberhentian klotok terakhir , dia berjalan di jalan setapak di tengah hutan tepi sungai.
Dia bejalan 16 km , kira kira perjalanan Maospati Magetan, ditemani orang dayak , 2 ekor añjing, mandau dan tumbak. Setelah sampai tempat tugas dia dibawa ke rumah kepala adat. Di situ dia disuguhui kinang dan tua. Gula masih jarang. Tapi dia tak menginang dan minum tua. Akhirnya tuan rumah mencarikam dia nira.
Malam hari dia di suruh makan dengan lauk ikan, yang disayur dan dicampur daun singkog. Micin , bawang,belum ada waktu itu.
Malam kedua dia disambut secara adat dengan tarian adat. Tarian tersebut berpasangan. Karena dia belum punya istri maka dia menari berpasangan dengan gadis sana. Tapi dia tidak berpikir yang macam macam.
Dia menari sampai sembilan putaran, menyesuaikan dengan irama yang ada sebisa dia. Kalau yang sudah punya istri tidak boleh berpasangan dengan yang lain. Berpasangan itu hanya sekedar menari saja tidak untuk yang lain.
Sebenarnya yang dia masih penasaran, dia ingin segera bertemu murid muridnya. Tapi dia yakin besuk akan diantarkan ke sekolahnya oleh kepala adat.
Di kampung ini orng memasak, mencuci, buang hajad ,mandi dan mengambil air minum di sungai. Orang minum masih banyak yang pakai potongan bambu, mengambil air di sungai pakai buluh( bambu yang ruasnya panjang dan tipis) rumahnya tinggi tinggi dengan tujuan menghindari gangguan binatang buas dan manusia yang jahat.
Lampu listrik belum ada . Lampu minyak masih jarang, kalau tidak ada minyak merekapun bikin penerangan di bawah rumah dengan membakar kayu.
Keesokan harinya saya diantar ke sekolah, ternya muridnya banyak sekitar 100 anak. , muridnya baik baik, guru guru juga baik. Disana kalau ada guru baru yang belum bergaji, kesejahteraannya ditanggung seluruh wali murid. Tapi Dia sudah ber SK.
Kalau ambil gaji mereka harus berjalan menerobos hutan 20 km yg banyak pacetnya. Senang sekali mendapatkan gaji yang pertama, walaupun harus menembus semak semak hutan Kalimantan.
Inilah sahabat muda kisah perjuangan teman saya yang ingin memajukan pendidikan, ingin hidupnya berarti dan bermakna bagi negaranya tercinta, tidak pernah mengeluh, karena mereka sadar mengeluh tidak menyelesaikan masalah. Hidup ini harus dijalani dengan tegar.
Sekarang dia sudah pindah di SDN 4 Baru, Pangkalan Mbun Kabupaten Waringin Barat, Kalimantan Tengah sedang berbahagia bersama anak istrinya, dan tinggal di kota.
Berjuang tidak harus memanggul senjata, mencerdaskan anak bangsapun tidak kalah mulia dan berjasa.
Akhirnya sahabat saya ini menikah dengan gadis Dayak yang cantik pujaan hatinya, mereka hidup bahagia, mereka betul betul menerapkan kebhinekaan seperti yang diajarkan oleh gurunya. Saling menghormati, saling menghargai. Semua suku adalah saudaranya karena telah dipersatukan dalam sumpah pemuda.
Bertanah air satu tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia, berbahasa persatuan bahasa, Indonesia.
Magetan 28 Oktober 2020.
Siap
BalasHapusHebat
BalasHapus