Pagi ini istri saya habis blanja dari tukang sayur didepan rumahku, mas Umar namanya.
"Tukang sayur bilang apa-apa mahal." Kata Istriku menirunkan Mas Umar yang selalu dikerumuni ibu- ibu dipagi hari.
Aku mendengar, tapi diam saja tidak berkomentar. Biasa ibu -ibu harga sayur mahal begitu saja jadi topik besar.
Pada hal kalau pak Tani menanam, kemudian panen harganya selalu saja murah. Hingga kadang malas menanam.
Saya tidak malas menanam, alasan saya karena saya mendapatkan warisan dari orang tua kalau tidak ditanami, dosa rasanya. Saya yakin menanam itu banyak keberkahan, walaupun hasilnya sedikit, tapi banyak keberkahan.
Orang orang yang menanamlah yang akan memetik hasilnya. Kalau tidak punya kebun tanamlah kebaikan. Kalau tidak bisa menanam, jangan merusak tanaman, kalau tidak bisa menanam kebaikan, setidaknya jangan menanam keburukan.
Pak Tani melihat tanamannya tumbuh baik, subur itu sudah tenteram hatinya, lebih- lebih jika panen dan hasilnya baik, harganya baik tentu sesuatu yang menggembirakan.
Tahun baru saya tidak kemana-mana, selain taat anjuran pemerintah, juga saya gunakan untuk berkebun.
Ini saya tanama porang, pepaya, alpokat, dan pete. Alhamdulillah semuanya tumbuh subur.
Berkebun itu capek, mungkin ini yang membuat generasi milineal tidak suka, mereka lebih suka bekerja di Pabrik.
Bertani dilakukan sebagai alternatif pekerjaan terakhir. Setelah PNS, pegawai swasta, pedagang, pegawai pabrik.
Kalau kita ingin hidup sejahtera, lakukanlah kerja keras, menanam dan berkarya. Jangan ingin sejahtera kemudian menjual sawah atau kebun.
Menjual sawah dan kebun untuk hidup mulia, sama saja dengan sebuah negara ingin rakyatnya sejahtera tetapi dengan cara menjual pulau.
Banyak petani yang kaya raya. Mungkin kita belum mengetahui ilmunya, sehingga bertani yang dilakukan adalah yang paling rendah, belum menggunakan teknologi, sehingga hasilnya sedikit.
Kira kira inilah kegiatanku suatu saat kalau sudah pensiun. Beribadah, berkebun dan menulis.
Beribadah agar memiliki bekal hidup di akhirat, berkebun untuk menopang perekonomian keluarga, menulis untuk mengabadikan kehidupan.
Demikian catatan pagi ini, semoga Pandemi segera berlalu , kita bebas berkarya seperti dulu.
Magetan, 4 Januari 2022
Betul pak, generasi sekarang inginnya tinggal makan tak mautahu prosesnya. Padahal itulah yg bisa menghancurkan negeri ini, sawah2. Kebun2, mereka jual kepemilik uang untuk dibuat villa dan perumahan
BalasHapusIya bu prihatin sekali, sama halnya sebuah negara ingin rakyatnya mulia dengan menjual pulau
HapusTugas kita semakin berat utk membuat anak cucu dan keturunan kita serta anak didik kita agar bisa menghargai makna "menanam". suwun kawanku..semoga penjenengan terus berkarya...
BalasHapusTerima kasih mbak Parti, iyaaa
HapusAku ya pingin berkebun, tapi blm ada kebunnya😁
BalasHapusBisa di pot, polibek, Green house
HapusBerkebun itu menyenangkan dan menyehatkan. Saya suka namun sampai hari ini kebutuhan untuk berkebun belum terpenuhi. Semoga tahun 2022 ini saya bisa punya kebun sendiri. Aamiin
BalasHapusSaya doakan semoga bu Kustiyah di tahun uji bisa beli kebun sendiri
HapusMungkin juga berternak bopo. Sapi,kambing atau ayam mungkin bisa juga perikanan di kolam terpal memanfaatkan lahan yg kecil untuk penghasilan tambahan ... Salam sehat selalu bopo
BalasHapusTerima kasih Mas Yoyok, njih
BalasHapusAda kepuasan tersendiri berkebun itu pak No bagi anak anak Petani.
BalasHapusHarga gak usah dihitung untung rugi.
Berkebun menghasilkan tanaman buah,puasnya sudah luar biasa.
Ayo terus berkebun pak No.
Sudah punya pisang Kavendis belum,di kebunku ada.kalo datang sendiri ambil,bawa pulang Gratis pak No.
Iya Pakde kapan kapan tak ngalor. Sudah punya tapi rasa beda. Pakde juga boleh ambil bibit pisangku
HapusTerima kasih Cak
BalasHapus