Sumber ilustrasi : Pixabay.com
Saya tadi malam ( 26 Juli 2020) melakukan perjalanan dari Magetan menuju Kecamatan Barat, desa Klagen dimana mertuaku tinggal. Yang menjadi perhatian saya adalah disepanjnag jalan itu banyak para penjual berbagai macam produk. Maunya penjual orang itu disuruh membeli dagangannya semua.
Kemudian kalau kita melihat TV, di sana banyak iklan agar kita semua memakai produk apa saja, kita disuruh memakai dan membeli produk apa saja.
Kalau kita buka internet, disana kita juga dihadapkan pada penawaran berbagai produk, maunya kita disuruh memakai dan membeli, kita disuruh jadi custumer berbagai produk itu.
Permasalahan
Yang menjadi permasalahan dalam kajian ini adalah:
1. Bagaimana kemampuan daya beli kita?
2. Apakah barang barang itu benar-benar menjadi kebutuhan kita?
3. Bagaimana sikap kita yang benar menghadapi itu semua?
Himpunan penyelesaiannya.
1. Agar kita bisa membeli kebutuhan atau keinginan kita, maka kita harus punya produk. Produk di sini tidak hanya berupa barang, tapi juga bisa berarti jasa, atau sesuatu yang menghasilkan uang. Hal ini bisa diterapkan baik sebagai individu maupun bangsa. Kita jangan mau menjadi bangsa pemakai, bangsa pembeli, bangsa custumer, tapi kita harus menjadi bangsa yang bisa memproduksi barang barang, yang dipakai oleh bangsa bangsa lain, yang dibeli oleh bangsa bangsa lain di seluruh dunia.
Kalau secara pribadi individu, pastiakan dalam hidup ini anda punya produk. Entah apa saja yang penting yang bernilai positif dan baik, yang menghasilkan uang.
2. Tidak semua keinginann kita itu adalah kebutuhan. Kita harus bisa membedakan mana yang keinginan mana yang kebutuhan. Misalnya anda berprofesi sebagai tukang kayu. Gergaji, pasah, tatah, bur, Palu, grendo adalah kebutuhan. Sedangkan HP android, laptop, camera digital, adalah keinginan. Anda harus bisa menepis keinginan, yang diutamakan adalah kebutuhan. Kalau kedua duanya dipenuhi akan membuat keuangan anda tidak sehat.
3. Sikap yang benar
Kita harus punya neraca perdagangan surplus. Artinya pemasukan kita harus lebih banyak daripada pengeluaran kita. Dalam istilah saya, produktifitas harus lebih banyak nilaianya dari pada belanja kita .
Seperti halnya suatu negara. Neraca perdagangan suatu negara dikatakan aktif (surplus) apabila nilai ekspor lebih besar dari nilai impor, hal tersebut di karenakan laba lebih besar daripada rugi. Sehingga terdapat kelebihan dana. Dana tersebut biasanya dijadikan tabungan kas.
Kalau nilai impor lebih besar dari pada ekspor maka neraca perdagangan suatu negara dikatakan minus. Demikian juga kita, kalau belanja lebih besar dari pada pendapatan, maka keuangan kita akan minus, tidak sehat. Kalau keuangan kita tidak sehat membuat hidup kita tidak tenang, tidak nyaman, biasanya kurang ceria, kurang bahagia, merasa ada beban dalam hidup ini. Akhirnya kita menjadi tua sebelum waktunya.
Kesimpulan penting
Dalam belanja barang harus berdasarkan skala prioritas. Kebutuhan yang mendesak yang diprioritaskan, lebih lebih di era pandemi covid-19 ini. Kesampingkan keinginan, lupakan gengsi sesaat, tapi akhirnya tidak sehat, bagik tidak sehat secara ekonomi maupun psikis dan fisik badan kita.
Upayakan meningkatkan produktifitas. Kalau produktifitas kitab bagus maka akan sehat secara ekonomi atau finansial.
Upayakan neraca perdagangan kita surplus, sehingga kita bisa menabung untuk kebutuhan yang lebih besar. Untuk cita cita besar kita untuk masa depan kita yang lebih baik.
Magetan, 28 Juli 2020
Hebat. Saya sangat setuju..dengan apa yang bapak tuliskan. Kita memang harus mempertimbangkan..sebelum kita membeli sesuatu dari segi kebutuhannya mendesak atau tidak.
BalasHapusHebat. Saya sangat setuju..dengan apa yang bapak tuliskan. Kita memang harus mempertimbangkan..sebelum kita membeli sesuatu dari segi kebutuhannya mendesak atau tidak.
BalasHapusSangat menginspirasi tulisan Bapak ini. Sering saya sendiri mengalami membeli barang hanya karena keinginan , Karena gengsi.Semoga ke depannya saya bisa lebih meningkatkan produktivitas agar sehat secara ekonomi dan finansial.
BalasHapus