Saya memperhatikan aktivitas mereka, rasanya senang sekali kalau aku bisa memiliki kambing walaupun seekor saja.
Karena tidak banyak tanah lapang, mereka mengembalikannya di pemakaman umum, "kuburan ndoro namanaya", rumputnya banyak. Kalau sore jam lima pulang, kambing kami dalam keadaan perutnya buncit.
"Pak aku minta dibelikan kambing, teman-temanku punya kambing, " pintaku sambil merengek.
"Dibelikan kambing paling gak mau cari pakannya," jawab Bapak.
" Nanti digembalakan bersama teman-temanku."
Kemudian disuatu hari aku dibelikan kambing betina, warnanya kelabu atau grèy.
Aku ikut ke pasar hewan, aku disuruh memilih. Maka aku memilihnya yang lincah, sehat, bulunya halus , dan kambing itu memandangiku.
Kami dekati kambing itu, kami elus kepalanya, diam saja. Maka dibelilah kambing itu dengan harga yang pantas.
Dalam perjalanan pulang kambing itu selalu mengembik keras sekali.
Sesampainya di rumah dikasih makan daun lamtoro, dipetik disamping rumahku yang pacarnya ditanami lamtoro.
Malam itu saya tidak bisa tidur, teringat kambing kesayanganku, sering di malam hari saya lihat.
Keseesokan harinya saya gembalakan bersama teman-temanku. Di makm ndoro.
Begitu hari hari kulalui. Kalau pagi sekolah kalau sore menggembala kambing. Bercanda tertawa bahagia bersama teman-temanku.
Lama-lama kambingku beranak, anaknya dua. Tapi nasib baik belum berpihak padaku anaknya yang satu mati. Tinggalah seekor indukan dan anaknya satu.
Lama-lama induknya kurus, anaknya yang tinggal satu mati lagi. Sedih rasanya. Kemudian sebelum induknya mati maka dijual saja oleh Bapak.
Gagal sudah sebagai pengembala kambing. Tidak cocok berternak kambing. Memelihara kambing itu rumit, makannya harus rumput segar, kandang harus bersih, dimandikan dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar