Jumat, 01 Januari 2021

Surabaya 2021

Perjalanan  kali ini tidak  seperti  biasanya,  karena  bersama sama  teman-teman  di waktu  kecil,  SMP.  Lewat  jalan tol yang halus-mulus , disamping  kiri- kanan jalan dihiasi  pematang sawah  yang hijau,  menandakan kesuburan tanahnya. Ada sebagian yang baru  dibajak untuk  ditanami padi. 

Sambil  mendengarkan lagunya  Bang H. Roma Irama mobil  yang saya tumpangi  melaju  pesat menyusuri  jalan  tol  yang dibangun  pak Jokowi ini.

Lagunya  bang Haji judulnya  Gelandangan 

Kering sudah rasanya air mataku
Terlalu banyak sudah yang tertumpah
Menangis meratapi buruk nasibku
Nasib buruk seorang tunawisma

Langit sebagai atap rumahku
Dan bumi sebagai lantainya
Hidupku menyusuri jalan
Sisa orang yang aku makan

Langit sebagai atap rumahku
Dan bumi sebagai lantainya
Hidupku menyusuri jalan
Sisa orang yang aku makan

Jembatan menjadi tempat perlindungan
Dari terik matahari dan hujan
Begitulah nasib yang aku alami
Entah sampai kapan hidup begini

Lagu  tersebut  mendeskripsikan  nasib seorang  tuna wisma,  yang hidup  di kota. Memang lengkap kehidupan  dikota,  rumah  yang paling  bagus,  ada di kota,  tetapi  rumah  yang paling  buruk  juga ada di kota.  

Kalau  ingin hidup  di kota  harus siap  perjuangan, lebih-lebih  yang tanpa modal  SDM  yang baik   maka  harus siap  panas terik  Matahari,  dinginnya  hujan , karena  tak ada tempat  berteduh , tak ada tempat  berlindung  digelapnya  malam.

Wah tak terasa  sampai  nganjuk,  melewati  tengah tengah hutan jati  yang hijau. Mobil  kami sering  disalip  kendaraan  lain,   bukan karena  mobilnya  jelek, atau  sopirnya  udah tua, tapi  karena  kami  menikmati  perjalanan ini dengan sepenuh hati.

Tahun  86 dulu  kalo  ke Surabaya  naik  Bus Indrapura,  Busnya orang  Magetan.  Jalannya  pelan-pelan, sampai  Surabaya  butuh  waktu  5 jam. 

Sekarang  lewat jalan tol  hanya butuh  waktu  1,5 jam. Ya Allah... mendung semakin gelap, awan berjalan perlahan  menemani  perjalananku di awal Januari, menuju kota  dimana  aku pernah  sekolah di Perguruan Tinggi.

Ada sahabatku  yang mantu,  mas Ndan Bambang Sukarno,  teman SNESTI yang baik  hati. 

Pukul 17.00 tepat  kami  sampai di Surabaya,  di kota bersih,  indah  mempesona 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar