Senin, 27 Desember 2021

Jangan malas menanam

Pagi ini istri saya habis blanja  dari tukang sayur didepan rumahku,  mas Umar namanya.
"Tukang sayur bilang  apa-apa mahal." Kata Istriku menirunkan  Mas Umar yang selalu  dikerumuni ibu- ibu dipagi hari.

Aku mendengar, tapi diam saja tidak berkomentar. Biasa ibu -ibu harga sayur mahal  begitu saja jadi topik besar.

Pada hal kalau pak Tani menanam, kemudian panen  harganya selalu saja murah.  Hingga kadang malas menanam. 

Saya tidak malas menanam,  alasan  saya karena  saya mendapatkan  warisan dari orang tua  kalau tidak ditanami,  dosa rasanya.  Saya yakin menanam itu banyak keberkahan,  walaupun hasilnya  sedikit,  tapi banyak keberkahan.  

Orang orang yang menanamlah  yang akan memetik hasilnya. Kalau tidak punya  kebun tanamlah  kebaikan. Kalau tidak bisa menanam, jangan merusak tanaman, kalau tidak bisa menanam  kebaikan,  setidaknya jangan menanam keburukan.

Pak Tani melihat tanamannya tumbuh baik, subur  itu sudah tenteram  hatinya,  lebih- lebih jika  panen  dan hasilnya baik, harganya baik  tentu sesuatu  yang menggembirakan. 

Tahun baru  saya tidak kemana-mana,  selain taat anjuran  pemerintah,  juga saya gunakan untuk  berkebun.
Ini saya tanama porang,  pepaya, alpokat, dan  pete. Alhamdulillah  semuanya  tumbuh subur.  

Berkebun itu capek, mungkin ini  yang membuat  generasi milineal  tidak suka,  mereka  lebih suka bekerja  di Pabrik.  

Bertani  dilakukan  sebagai alternatif pekerjaan  terakhir.  Setelah PNS, pegawai swasta, pedagang, pegawai  pabrik. 

Kalau kita ingin  hidup sejahtera,  lakukanlah kerja keras, menanam dan berkarya. Jangan ingin sejahtera  kemudian menjual sawah atau kebun. 

Menjual  sawah dan kebun  untuk  hidup mulia,  sama saja dengan sebuah negara ingin rakyatnya  sejahtera  tetapi dengan cara menjual pulau.  

Banyak petani yang kaya  raya. Mungkin kita belum  mengetahui  ilmunya,  sehingga  bertani  yang  dilakukan  adalah  yang  paling rendah, belum menggunakan teknologi,  sehingga  hasilnya  sedikit.

Kira kira inilah  kegiatanku  suatu saat  kalau sudah pensiun.  Beribadah,  berkebun dan  menulis. 

Beribadah agar  memiliki  bekal  hidup di akhirat, berkebun  untuk  menopang  perekonomian keluarga,  menulis  untuk  mengabadikan  kehidupan.

Demikian  catatan pagi ini, semoga  Pandemi segera berlalu  , kita bebas  berkarya seperti dulu.

Magetan,  4 Januari 2022





 

13 komentar:

  1. Betul pak, generasi sekarang inginnya tinggal makan tak mautahu prosesnya. Padahal itulah yg bisa menghancurkan negeri ini, sawah2. Kebun2, mereka jual kepemilik uang untuk dibuat villa dan perumahan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bu prihatin sekali, sama halnya sebuah negara ingin rakyatnya mulia dengan menjual pulau

      Hapus
  2. Tugas kita semakin berat utk membuat anak cucu dan keturunan kita serta anak didik kita agar bisa menghargai makna "menanam". suwun kawanku..semoga penjenengan terus berkarya...

    BalasHapus
  3. Aku ya pingin berkebun, tapi blm ada kebunnya😁

    BalasHapus
  4. Berkebun itu menyenangkan dan menyehatkan. Saya suka namun sampai hari ini kebutuhan untuk berkebun belum terpenuhi. Semoga tahun 2022 ini saya bisa punya kebun sendiri. Aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya doakan semoga bu Kustiyah di tahun uji bisa beli kebun sendiri

      Hapus
  5. Mungkin juga berternak bopo. Sapi,kambing atau ayam mungkin bisa juga perikanan di kolam terpal memanfaatkan lahan yg kecil untuk penghasilan tambahan ... Salam sehat selalu bopo

    BalasHapus
  6. Ada kepuasan tersendiri berkebun itu pak No bagi anak anak Petani.
    Harga gak usah dihitung untung rugi.
    Berkebun menghasilkan tanaman buah,puasnya sudah luar biasa.
    Ayo terus berkebun pak No.
    Sudah punya pisang Kavendis belum,di kebunku ada.kalo datang sendiri ambil,bawa pulang Gratis pak No.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Pakde kapan kapan tak ngalor. Sudah punya tapi rasa beda. Pakde juga boleh ambil bibit pisangku

      Hapus