Luar biasa, kami dari berbagai daerah ada yang di Sumatra, Kalimantan, Jakarta Bekasi dan Magetan tentu saja dan daerah lainya.
Dalam acara itu sedianya diagendakan juga cerita Mas Sugeng yang mengadakan lawatan ke Turki. Tepatnya Kapadokia. Debuah wilayah di Turki yang dulu tempat persembunyian orang Kristen ketika agama ini belum mendapatkan pengakuan di daerahnya.
Malam ini mas Sugeng melanjutkan ceritanya lagi.
Dia ingin tuntaskan cerita Kapadokia kemarin. Judulnya kan "Mengudara di Kapadokia", tapi kemarin belum ada mengudaranya.
Kapadokia berada di Turki wilayah Asia. Area ini masuk ke dalam area yang dulu disebut Asia Minor, atu Anatolia (oleh orang YUnani/Romawi). Lembah ini di ketinggian lebih dari 1000 m, dan di sana-sini ada kerucut-kerucut bukit yang kita perbincangkan kemarin. Di latar belakang adalah Gunung Erciyes, dengan ketinggian 3916 m (sedikit lebih tinggi daripada Gunung Semeru ( 3676 m). Jika musim panas, udaranya sangat panas, jika musim dingin udaranya menghadirkan salju. Jarang sekali turun hujan, dan tentu saja kering. Tanaman yang ada di sana, kulihat dari bekasnya, adalah tanaman gandum, yang memang hanya memerlukan sedikit air, tidak seperti kerabatnya, padi, yang memerlukan banyak air.
Kapadokia bukan hanya World Heritage (dengan gereja dan rumah di perut gunung dan bumi) namun juga obyek wisata dengan pemandangan yang menakjubkan jika dilihat dari balon udara.
"Mau naik balon?”
“Nggak, takut!” kebanyakan teman takut. Mereka membayangkan kita tergantung di udara dengan gerakan yang cepat. Naik pesawat yang serba modern saja takut, apalagi naik balon yang tidak ada mesinnya. Jangan-jangan malah tidak bisa dikendalikan!
(apa lagi jika mengingat kecelakaan pesawat)
Petang itu Erdam, pemandu kita ini, bercerita tentang naik balon saat makan malam.
Dia meyakinkan bahwa gerakan balon halus dan sungguh layak dicoba.
"Kamu akan menyesal jika tidak coba," katanya serius.
Melihat keseriusan itu akhirnya beberapa orang tertarik, termasuk aku. Aku ajak istriku dan anak-anakku. Anakku pertama bertanya berapa biayanya.
Erdem menyebutkan harga tiket.
Anakku itu memutuskan tidak ikut dan mempersilakan, "Ayah dan ibunya saja yang naik."
Karena anak pertama tidak ikut, anak kedua dengan ringan juga memutuskan tidak ikut demi menyelematkan dompet orang tuanya 😁. Lalu, sepertinya anak ketiga juga ngikut saja pilihan kakak-kakaknya.
Erdam bilang bahwa jam 3 pagi dia akan menunggu kita yang ikut di lobi hotel.
Ya, begitulah. Jam 3 pagi yang dingin kami telah ada di loba dan dibriefing Erdam. Kami diangkut dua van menuju tempat tinggal landas (aku jadi ingat para layang di batu yang belum pernah kucoba).
Sampai di tempatnya gelap masih membekap. Tapi beberapa van mulai berdatangan.
"Gimana ini Subuhnya?"
Tanya ke ke teman lain. Kami berenam dari grup kami tadi.
Akhirnya kita putuskan shalat di dalam van saja. Kami sudah berwudu dari hotel.
Semakin lama semakin banyak van datang. Ada juga mobil yang menarik trailer. Oh, sudah banyak trailer-trailer di tempat agak jauh sana. Rupanya mereka sudah di sana siaga untuk menyiapkan balon.
Orang-orang itu memersiapkan balonnya. Setiap satu balon (dalam keadaan terlipat) dan perlengkapannya diusung di atas satu trailer (gandengan) yang ditarik oleh satu mobil. Ya, satu mobil dan satu trailer dan berisi keranjang besar tempat penumpang balon, dan perlengkan lain. Keranjang yang terbuat dari rotan ini mula-mula direbahkan. Kita turun turun dari kendaraan dan melihat persiapan itu, ya.
Lihatlah gambar ini. Semacam motor kecil di antara keranjang yang berbaring dan balon yang mulai mengembang itu adalah mesin untuk menyemburkan udara panas ke balon. Semakin lama balon akan semakin dipenuhi udara panas, dan karenanya akan tegak ke udara pelan-pelan. Seiring dengan tegakknya balon, keranjang itu akan tegak pula karena ditarik balon ke atas.
“Tanda tangan dulu,” teriak Erdem.
Ya, para penumpang harus tanda tangan bahwa jika terjadi apa-apa tidak akan menuntut perusahaan balon.
Kami menandatangani pernyataan itu. Isi pernyataan adalah saya, penumpang, tidak akan menuntut apa-apa dan tidak menyalahkan pihak perusahaan balon jika terjadi apa-apa. Aku terdiam sebentar memikirkan ini.
"Nggak apa-apa. Ini formalitas."
Aku melihat ke arah istriku.
Istriku mengangguk, "ok".
Maka, kami satu-persatu menandatangani pernyataan itu.
Udara panas makin banyak ditiupkan ke dalam balon udara dengan mesin peniup bersuara riuh memekakkan telinga. Seiring dengan fajar yang mulai mengintai di ufuk timur, balon mulai penuh udara panas. Pelan-pelan balon berdiri dan akhirnya tegak, membuat keranjang rotan yang bedaya tampung 20 orang itu berdiri juga. Petugas menghentikan pengisian udara panas, dan satu persatu penumpang diminta. Tampak ada tangga bantuan naik. Tinggi dinding katok rotan ini sebahu orang Asia, seperti saya :). Jadi, disediakan tangga untuk naik ke keranjang.
Satu per satu kita, penumpang menaiki tangga yang pegangi pria baju kotak itu. Dengan satu kaki masih di anak tangga, satu kaki kita ayunkan ke dalam keranjang. Kaki yang masih di anak tangga diayun-tarik ke dalam keranjang. Kapten, alias sopir balon, kita yang gagah itu sudah menunggu untuk membantu kita turun dari bibir keranjang. Keranjang rotan ini dibagi menjadi enam ruang. Empat ruang besar di pojok luar, untuk penumpang. Kemudian ada dua ruang lebih kecil di tengah untuk Kapten mengemudikan balon dan tangki gas yang akan digunakan untuk membuat udara panas.
Nggak dibakar pantatnya kaya balon zeppelin..kikikikik
Sebelum tinggal landas, kapten memberi pengarahan untuk situasi darurat. Kemudian pemandu menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.
Suasana sudah terang. Cuaca cerah.
Klik gambar untuk melihat seluruhnya.
Bandngkan ukuran balon dan ukuran mobil.
Tinggi balon itu saja sekitar 12 kali tinggi keranjang atau mobil van.
Garis tengah lingkar balon hampir 12 kali lebar mobil kita.
Satu per satu balon itu tegak.
Para kapten siap menarik katup dan pelan-pelan kita akan mengudara.
Melihat besarnya ukuran balon, hatiku jadi tenang. :). Ayo lepas landas!!!
Berdoa dulu. Bismillah tawakaltu 'alallah. Ayo take off.
Pelan-pelan balon bergerak naik. Kita lambai-lambaikan tangan ke rekan dan pengantar kita.
"Kirim suraaaat," teriak Erdem.
Pria Turki pemandu kita ini memang humoris.
"Okeee," teriakku balik.
Ya, di depan sana kau lihat gunung-gunung kerucut tufa yang kita bahas kemarin.
Api kadang-kadang dinyalakan untuk meningkatkan ketinggian balon.
Semakin lama semakin tinggi, dan semakin banyak balon yang naik.
(Foto iki hasil jepretean Erdem yang teriak "Kirim suraaat," tadi.)
Beberapa balon telah mengudara. Semakin lama semakin banyak dan semakin tinggi. Ayo santai saja. Kita akan segera membubung melayang di di langit juga. Jangan erat-erat pegang bibir keranjang itu.
Tinggi, tinggi, tinggi. Kita bergerak ke arah angin membawa. DI depan kita ada gunung kerucut. Pak Kapten, hati-hati ya.
Kenapa hrs terbang jam 3 pagi ?
Klo jam 8 pagi kan pemandangan bisa jelas terlihat...pasti ada alasannya ya...
Terbang sudah jam 5 lebih. Tadi ada proses persiapan balon. Jam 3 kita berangkat dari hotel. Perlu pagi karena anginnya sedang baguuuuus, pemandangan sedang luar biasaaaaa.
Ayo amati gunung-gunung yang kita ceritakan kemarin dari atas ya...
Saiki ayo terbang di atas gunung.
Balon dikendalikan dengan sistem kemudi yang merupakan gabungan dari penambahan gas propoane yang disempratkan ke arah bagian dalam balon, dan pembukaan bukaan balon sebelah puncak (atas). Itulah pekerjaan Pak Kapten.
Tidak takut 'kecubles'. Jika kau ingin menaikkan balon, semburkan gas propana ke bagian dalam balon. Jika ingin menurunkan, buka sedikit lubang di atas balon. Nah, untuk mengarahkan kanan kirinya, aku tidak tahu. tapi arahnya sebagian besar ditentukan arah angin.
Iya, terjal. Makanya kita turunnya juga tidak di sembarang tempat. Mau turunkan sekarang? 😁
Rentangkan kedua tangan. Rasakan hembusan angin lembut yang masih terasa dingin ini. Ayoo, rentangkan kedua tanganmu, pejamkan matamu.
Kau rasakan gerakan halusnya. Buka mata pelan-pelan.
Iya. Sejujurnya, inilah pemandangan bentang alam terindah yang pernah kulihat.
Aku ya padha ndesane. Wis, aja rebutan ndesa neng langit ngene iki.
Sekarang tengoklah ke bawah. Yang berwarna cokelat itu adalah ladang gandum yang siap dipanen. Lihatlah, dua kendaraan itu adalah kendaraan yang akan menjemput balon dan para penumpangnya. Truk kecil dengan gandengan terbuka adalah kendaraan untuk membawa balik balon dan keranjang rotan. Kemudian akan datang dua atau tiga van untuk para penumpang.
Di gambar atas itu terlihat truk dan mobil sedang menunggu pendaratan.
Haaaa . Sky kok melu mbayangne didalam ballon iku....jantungku kroso Ser serr......trus muter ndelok pemandangan ko nduwur....
Karena pendaratan sangat dipengaruhi oleh arah angin, maka tidak bisa dipastikan di mana balon akan mendarat. Untuk itu pilot (kapten) selalu berkomunikasi dengan kru kendaraan di bawah. Yang penting balon jangan didaratkan di ladang gandum yang siap panen, atau tersangkut ujung gunung atau batuan menonjol di jurang..
Ceritane membawa bayangan realita
Gek kapah iso mengkruk balon
Waduuh, teman-teman, kita harus segera turun karena angin sebentar lagi akan membesar. Rupanya kapten sedang mencari-cari tempat mendarat. Dipilihlah ladang gandum yang barusan di panen.
Kulihat kapten sebentar-sebentar menarik tali untuk membuka lubang di puncak balon. Balon pun menurun pelan.
Membaca cerita prof Sugeng, spt ikut terbang naik balon udara wae...
Lalu, keranjang terasa bergerak cepat nyaris menyentuh tanah sebelum akhirnya memelan dan benar-benar menyentuh tanah. Begitu kerangjang mendarat, petugas di darat segera memengangi keranjang. Kapten membuka lubang atas balon lebih lebar, tapi tidak selebar-lebarnya. Jika terlalu cepat, balon itu bisa menimpa kami semua. Besar sekali kan ukurannya.
Dua orang penumpang diminta turun. Aku mau ikut turun, tapi tidak boleh.
"Jika kebanyakan yang turun dalam bersamaan, balon bisa naik ke udara lagi," kata kapten.
Maka keseimbangan itu dijaga dengan baik oleh Kapten.
Akhirnya semua orang sudah turun. Lubang di atas balon dibuka sepenuhnya, dan balonpun jatuh di atas tanah di samping keranjang.
Lalu datanglah satu van besar menjemput kami. Lalu datang juga di belakangnya van kecil. Kru balon yang baru datang segera turun dan memegangi tali yang dijulurkan oleh kapten ke bawah, menalikannya pada jangkar sambil tetap dipegangi. Satu per satu penumpang diminta turun, sambil udara panas dikeluarkan dari balon dengan cara membuka balon di bagian atas.
Puteri itu masih usia SD. Mungkin kelas 5.
Akhirnya dia berhasil menahan pipisnya.
Balin pelan-pelan dikempeskan dan dilipat oleh kru.
Sementara petugas lain menata meja untuk menuang minuman untuk bersulang, merayakan penerbangan kita yng sukses. Ada wine, ada coke. Aku pilih yang minuman ringan saja. Alhamdulillah, ada. Kau pilih apa?
Cheers!
Matahari sudah agak tinggi. Kami berjalan menuju van dan kupotong setangkai gandum yang masih tersisa di pinggir ladang. Untuk beberapa minggu setangkai gandum itu masih ada di meja kerjaku, dan ingatan itulah yang menggodaku untuk menuliskan pengalaman ini.
Ya, bulgur adalah bahasa Turki. Itu adalah gandum. Ada beberapa jenis gandum, dan salah satunya bernama bulgur itu.
Semua pengalaman sangat bermakna, dan cerita membuat makna itu mengalir jauh melebihi otak dan diri kita.
Untuk itu galilah pengalamanmu dan ceritakan dalam sebuah tulisan agar makna yang mengalir akan abadi sepanjang sejarah kehidupan manusia.
Itulah sahabatku, Mas Sugeng Hariyanto, banyak pengalaman karena ada kesempatan dan selalu dicatat untuk mengabadikan.
Magetan, 18 Januari 2021
Selamat berkarya wahai sobat moga jadi ilmu yg manfaat hingga jadi jariyah tuk bekal nanti ya..
BalasHapusTerima kasih senang yang tak terhingga berkenan komen langsung di blog
BalasHapusterima kasih mbak Parti
BalasHapusMatur nuwun
BalasHapusSama-sama mas Doktor
HapusSip bangwt ceritanya...terus menuangjan cerita dlm tulisan semoga banyak manfat yg kita ambil utk dijadikan suri tauladan.
BalasHapusThanks sahabat tetap berkarya Insya Allah karyanya banyak manfaat yg kita petik....
Tetap sehat semangat dan good luck...
Semiga Allah senantuasa melimpahkan Rahmat dan HidayahNya....bg kita senua.
terima kasih mbak Niken
BalasHapus