Beliau pun mengakui bahwa karyanya belum sempurna, seperti saya kutip ini,"Saya sadar sepenuhnya jika tulisan saya jauh dari kata bermutu. Beberapa orang ada yang menilai sebagai tulisan tidak bermutu, bahkan jelek."
Menurut saya apa yang dilakukan Doktor Naim adalah sikap ketawadukan beliau. Beliau sudah menulis banyak buku, apalagi membaca, merupakan hobi yang dilakukan dimanapun berada.
Kalau penulis yang selevel beliau saja pernah dikritik, apalagi penulis seperti saya, yang baru pemula kalau dikritik itu wajar. Kalau takut dikritik ya jangan menulis, Yang penting jangan jatuh tapi malah lebih serius menekuni dunia membaca dan menulis. Seperti yang dilakukan oleh Dr. Naim, "Saya berusaha untuk terus meningkatkan kualitas tulisan yang saya hasilkan (Naim,2019)
Menurut saya tulisan Dr. Naim selalu memberikan manfaatkan dan menginsprirasi kepada pembaca untuk senang membaca dan menulis. Bagi saya tulisan Beliau di blog tak ada yang terlewatkan, selalu saya baca. Hebatnya lagi walaupun tema-nya sama,"menulis" tetap tak kehabisan ide. Selalu ada yang baru. Mengalir dari muara yang jernih hingga akhir.
Apa yang dilakukan beliau pantas untuk kita renungkan, kita tiru jejak literasi untuk menjadi penulis yang bermutu. Dari banyak tulisannya saya bisa menyimpulkan, semakin banyak kita membaca, semakin banyak kita berlatih menulis, maka semakin bermutu tulisan kita.
Pada halaman 112 buku ini, Ngainun Naim mengutip tulisan Hernowo di bukunya Mengikat Makna Update,"Jadi, penulis adalah seseorang yang membukakan rahasia kehidupannya kepada orang lain. Tentu hal ini merupakan sesuatu yang paradoksal. Sementara manusia pada umumnya merahasiakan kehidupannya agar tidak diketahui orang lain, tidak demikian halnya dengan penulis. Lewat karyanya penulis membuka "pintu-pintu" jiwa dan kehidupannya bagi orang lain.
(Hernowo, 2009).
Senada dengan yang dikatakan Hernowo, pada bagian ini, beliau juga menuliskan perihal kehidupannya, mulai dari tidur di Masjid, karena tidak kebagian tempat tidur, nilainya yang berfluktuasi, pindah di IAIN Tulungagung, bertemu dengan Maman yang akhirnya sebagai sahabatnya, walaupun sering memberikan tantangan, sering mengkritik tulisannya dan sebagainya. Semuanya itu menjadi cambuk bagi beliau untuk terus semangat menulis hingga akhirnya dimuat di Harian Kompas, juga harian lainnya.
Itulah perjuangan beliau dalam menulis, juga dalam menapaki garis takdir kehidupan yang berliku, naik-turun, tidak rata, penuh onak dan duri. Namun semuanya bisa dilalui dengan baik hingga menjadi sekarang yang anda tahu, Dr. Ngainun Naim, Dosen IAIN Tulungagung dan juga penulis ternama.
Saya senang membaca kisah-kisah semacam ini. Jadi, orang-orang hebat itu tidak serta merta langsung hebat, tetapi dia melewati jalan berliku, yang tidak rata. Bahkan kondisi yang seperti itu yang menjadikan beliau sukes seperti sekarang.
Dahlan Iskan pernah menulis, "Allah tidak pernah salah menempatkan kamu pada posisi sekarang, bahkan itulah cara Allah mendidik kamu untuk menjadi hebat". Kurang lebih seperti itu. Jadi jika anda sekarang sedang berjuang untuk masa depan, nikmati saja perjuangan anda, saya yakin suatu saat anda akan merdeka, karena anda telah memenangkan perjuangan. Berjuang melawan malas, berjuang melawan kemiskinan, berjuang melawan sakit, berjuang untuk mencapai impian.
Kesimpulannya, terus membaca dan menulis walaupun banyak kritik, sindiran, caci-makian. Yang penting terus semangat meningkatkan kemampuan dengan banyak membaca karya penulis ternama dan menuliskannya. Dan juga berbagi motivasi dan inspirasi untuk menulis kepada penulis pemula, atau pembaca dimanapun mereka berada.
Selamat membaca, dan menulis, karena keduanya akan memajukan pribadi Anda, melebihi orang lain yang tidak suka membaca dan menulis.
Magetan, 6 Januari 2021
Naim, Ngainun, Spirit Literasi, Tulungagung: Akademia Pustaka, 2019.
Siap
BalasHapusKeren Pak
BalasHapusTerima kasih bu Kanjeng hadirnya
BalasHapusTerima kasih ulasannya Pak KS
BalasHapus